Sebut Serangan 7 Oktober Sebagai Perang Defensif, Pejabat Senior Fatah: Hamas Bagian dari Struktur Politik dan Sosial Kami
JAKARTA - Pejabat senior kelompok Fatah mengatakan serangan yang dilakukan terhadap wilayah selatan Israel sebagai perang defensif, mengakui Hamas sebagai bagian dari struktur di Palestina dengan mengatakan peran kelompok milita itu penting.
Pernyataan mengenai serangan 7 Oktober itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Komite Sentral Fatah Jibril Rajoub, menyebutnya sebagai tindakan "dalam konteks perang defensif yang dilancarkan rakyat kami," melansir The Times of Israel 26 November.
Dalam pidato yang disampaikannya pada pertemuan dengan wartawan di Kuwait, Rajoub juga mengatakan, Israel bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa 7 Oktober, karena "agresinya terhadap seluruh tanah Palestina."
"Serangan Hamas menggagalkan tujuan hak Israel untuk mengintegrasikan Israel ke wilayah tersebut tanpa menyelesaikan masalah Palestina, berdasarkan prinsip perdamaian dengan imbalan perdamaian," katanya.
Itu merujuk pada Perjanjian Abraham yang ditandatangani Israel dalam beberapa tahun terakhir dengan beberapa negara Arab, serta pembicaraan yang sedang berlangsung untuk menormalisasi hubungan dengan negara-negara Timur Tengah lainnya, termasuk Arab Saudi.
"Hamas adalah bagian dari struktur politik dan sosial kami serta perjuangan kami, dan keterlibatan mereka adalah penting," tambah pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Sepak Bola Palestina ini.
Kendati demikian ia menggarisbawahi, satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina adalah Otoritas Palestina (PA).
Baca juga:
- Menlu Cameron Kunjungi Palestina, Inggris Bakal Tambah Bantuan Rp500 Miliar untuk Gaza
- 24 Perempuan dan 15 Remaja Laki-laki Palestina akan Dibebaskan dari Penjara Israel Hari Ini
- Dituduh Melakukan Pelecehan Seksual Terhadap Mantan Rekan Kerjanya, Wali Kota New York: Saya Tidak Ingat
- Truk Pengangkut Bahan Bakar dan Gas mulai Masuki Jalur Gaza Melalui Rafah
Diketahui, pejabat PA sejauh ini menolak untuk mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan sekitar 240 orang diculik di Gaza.
Presiden PA Mahmoud Abbas telah berulang kali mengindikasikan, pihaknya bersedia mengambil kendali atas Jalur Gaza setelah Hamas digulingkan dari kekuasaan di sana, dengan syarat pembentukan negara Palestina di sepanjang perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Terpisah, Presiden AS Joe Biden sebelumnya juga mengatakan, PA yang “direvitalisasi” harus memerintah Jalur Gaza setelah perang, sesuatu yang telah berulang kali ditolak oleh Israel, merujuk pada penolakan PA untuk mengutuk serangan ke wilayah selatan mereka.