VIDEO: Biarkan Anak Bermain, Setop Libatkan Mereka di Kampanye!

JAKARTA - Menjelang kampanye Pilpres 2024 pada 28 November 2024, eksploitasi anak di tahun politik masih menjadi isu yang mengkhawatirkan. Tak hanya selama masa kampanye, anak-anak kerap dieksploitasi hingga selesai pemilihan pada pesta demokrasi sebelumnya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, aktivitas melibatkan anak dalam kampanye, adalah pelanggaran hak anak. Mirisnya hal ini sudah berlangsung sejak Pemilu dan Pilkada 2014 dan 2019. Idealnya, kampanye dilakukan secara jujur, terbuka, tertib sehingga tercipta pesta demokrasi yang aman dan damai.

Alih-alih menciptakan iklim politik yang menyejukkan, momen Pemilu justru menjadi ajang perpecahan karena perbedaan pilihan tidak disikapi dengan bijak. Berbagai bentuk materi kampanye seperti propaganda, agitasi, stigma buruk hingga hoaks tentu dapat merusak perkembangan emosi dan mental anak. Bertepatan Hari Anak Sedunia yang jatuh pada 20 November, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak semua pihak melindungi penyelenggaraan Pemilu yang ramah anak tahun depan.

Sedangkan pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara tegas larangan melibatkan anak-anak dan orang yang tidak memiliki hak pilih. KPAI mencatat ada 15 bentuk eksploitasi dan kekerasan pada anak di masa kampanye dengan berbagai modus bervariasi. Mulai dari penyalahgunaan tempat bermain anak, penitipan anak, hingga tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye.

Selain itu, anak juga sering 'dipakai' sebagai juru kampanye untuk memilih calon anggota legislatif, presiden atau partai politik tertentu lewat iklan. Bahkan, sering dijumpai anak-anak memakai atribut Parpol atau menjadi alat praktik politik uang oleh Parpol maupun calon kepala daerah. Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi pun menegaskan, belajar politik untuk anak tak perlu lewat kampanye. Bisa lewat pemilihan ketua kelas di sekolah yang diputuskan dengan suara terbanyak.

Sayangnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan tidak melarang kampanye politik di tempat pendidikan pada Agustus lalu. Memang, kesadaran politik dan partisipasi aktif di kalangan generasi muda dibutuhkan. Namun hal ini berpotensi buruk seperti konflik horizontal hingga perundungan yang mengancam keharmonisan di lingkungan sekolah.

Padahal, perbedaan pandangan politik itu hal yang lumrah. Nah konten-konten kampanye yang tidak baik itu yang merusak pola pikir masyarakat hingga anak-anak. Jadi, stop libatkan anak dalam proses kampanye!. Simak videonya berikut ini.

>