Permasalahan Truk ODOL Belum Usai, Komisi V DPR Usulkan Adanya Panja
JAKARTA - Persoalan mengenai kendaraan yang melebihi batas dan beban berlebih atau over dimension over load (ODOL) sudah seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.
Sebab, kendaraan ODOL sendiri sudah banyak menyebabkan permasalahan, seperti kerusakan jalan, kemacetan lalu lintas, dan kecelakaan yang melibatkan/disebabkan oleh ODOL.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengusulkan untuk membentuk panitia kerja (panja) guna menyelesaikan permasalah tersebut, khususnya menjelang momen libur Nataru 2023.
"ODOL ini merupakan masalah yang berlarut sebetulnya. Di Undang-undang LLAJ itu sudah jelas diatur kalau pelanggaran terhadap ODOL itu ada aturannya, yaitu sanksi penjara 2 bulan atau denda Rp500 ribu. Hanya memang permasalahannya timbul kalau kami terapkan itu, ada berapa banyak mobil ODOL sekarang, berapa banyak yang harus masuk penjara hari ini. Ini soal penegakan hukum," ujar Lasarus usai ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 21 November.
"Ini harus kami dudukkan bersama, kami tadi sudah sepakat akan membentuk panja untuk ini, kami akan dudukkan bersama, apakah nanti jalan keluarnya sudah cukup dengan panja atau kami revisi UU LLAJ," tambahnya.
Lasarus mengatakan, permasalahan ODOL ini juga terkait dengan tiga kementerian lain, yakni Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian ESDM.
Menurut dia, Kemenperin dan Kemendag masih belum membuat izin terkait produksi, yang mana berhubungan langsung dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait uji tipe kendaraan dalam membawa barang-barang produksi.
Sementara, lanjutnya, Kementerian ESDM sendiri masih memberikan izin terhadap kendaraan-kendaraan tambang untuk melintas di jalan umum. Lasarus menilai, Kementerian ESDM seharusnya dapat menyetop terlebih dulu kendaraan-kendaraan tambang, sampai adanya pembangunan jalan khusus untuk itu.
Baca juga:
"Karena muaranya bukan cuman di sini, tapi ujungnya itu ada di Kemenperin dan Kemendag, termasuk di Kementerian ESDM yang masih membolehkan mobil-mobil itu melebihi (kapasitas) daripada yang harus ditentukan," tuturnya.
"Ini persoalan, dan sampai hari ini kami mendapat informasi dari Kemenhub bahwa belum ada titik temu antara Kemenperin dan Kemendag yang membuat izin produksi ini," sambung Lasarus.
Oleh karena itu, Lasarus berharap, bahwa permasalahan ini dapat menjadi perhatian bersama ke depannya.
"Jadi, ini masih benang kusut, ada aturan yang tidak dilaksanakan oleh kami sebagai negara sehingga kejadian ini bisa terjadi dan berlarut sampai hari ini," tandasnya.