Tak Mau Gegabah Tangani Dugaan Korupsi Wamenkumham, KPK: Ini Menyangkut Hak Asasi

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan lembaganya tak mau gegabah menangani dugaan korupsi yang melibatkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Pengusutan dilakukan secara teliti dan cermat.

“Saya selalu meminta kepada teman-teman untuk menjalankan tugas harus teliti dan cermat. Lihat undang-undang, lihat fakta hukum yang terjadi, jadi kita tidak gegabah,” kata Johanis kepada wartawan saat dihubungi, Selasa, 21 November.

Johanis menekankan pengusutan seluruh dugaan korupsi di KPK tentu butuh waktu. “Kan tidak seperti membalikkan telapak tangan kan, karena menyangkut hak asasi manusia,” tegasnya.

“Sehingga kita tentunya aparat penegak hukum harus berhati-hari dalam menyikapi masalah hukum itu tentunya memeriksa dengan baik, cermat,” sambung Johanis.

Diberitakan sebelumnya, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Bentuk gratifikasi itu diduga berupa penerimaan sejumlah uang terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.

"Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Penetapan tersangka itu berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani sejak dua minggu lalu.

Namun, dalam kasus itu tak hanya Eddy Hiariej yang ditetapkan tersangka. Ada tiga orang lainnya yang juga jadi tersangka.

"Dengan 4 orang tersangka. Dari pihak penerima 3, dari pemberi 1," kata Alex.

 

Sementara itu, Direktur Penindakan KPK Asep Guntur menerangkan pasal yang diterapkan sebenarnya tak hanya gratifikasi melainkan suap. Penerapan ini dilakukan setelah gelar perkara dilakukan.

“Oh double (pasalnya, red). Ada pasal suap, ada pasal gratifikasinya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan seperti dikutip Selasa, 7 November.

Asep mengatakan penerapan pasal ini juga didasari laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). 

“Dimana laporan hasil audit itu berupa lalu lintas uang yang dimiliki atau yang ada di rekening-rekenin para terduga atau tersangka,” tegasnya.