DPR Memang Harus 'Bawel' Soal Rencana Kenaikan Biaya Haji
JAKARTA - Usulan DPR yang menekankan pentingnya kemampuan jemaah haji soal rencana kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun 2024 dinilai sudah tepat. DPR dinilai menunjukkan upaya memperjuangkan hak masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji.
"Sikap DPR baik sekali dengan tentunya memperjuangkan hak-haknya masyarakat tapi kalau memang ini sudah menjadi kebutuhan dan harus naik maka didiskusikan bersama," kata Sekertaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Farid Aljawi, Kamis 16 November.
DPR melalui Komisi VIII DPR menyatakan akan mengkaji usulan kenaikan biaya haji melalui Panitia Kerja (Panja) BPIH 1445 H/2023 M. Komisi VIII DPR juga mengingatkan agar kenaikan BPIH memperhatikan kemampuan jemaah.
Adapun usulan kenaikan biaya haji yang diusulkan oleh Kemenag adalah sebesar Rp105 juta per jemaah. Jumlah tersebut naik dibandingkan biaya haji tahun 2023 ini yang berada di kisaran angga Rp90 juta.
Usulan biaya sebesar Rp105 juta per jemaah itu untuk pembiayaan berapa komponen seperti biaya penerbangan, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Kemudian untuk perlindungan, embarkasi dan debarkasi, keimigrasian, asuransi, dokumen perjalanan, biaya hidup, pembinaan, pelayanan umum, dan pengelolaan BPIH.
BPIH sendiri bersumber dari dua komponen, yakni biaya yang ditanggung setiap jemaah atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), dan nilai manfaat (optimalisasi) yang akan ditanggung oleh Pemerintah melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Baca juga:
- Soal Rencana Kenaikan Biaya Haji, DPD Usul Perbaiki Dahulu Pelayanan Bagi Jemaah
- Dipengaruhi Nilai Tukar Rupiah, Bos Garuda Prediksi Biaya Penerbangan Haji 2024 Naik 4,7 Persen
- Biaya Tiket Penerbangan Haji 2024 Diusulkan Naik 10 Persen, Ini Hitung-hitungannya
- Warga di Enam Pulau Terpencil Kepri Nikmati Listrik Hijau PLN
Terkait biaya haji 2024 atau Bipih yang dibebankan kepada setiap jemaah, baru akan ditetapkan usai usulan BPIH tersebut mendapat kesepakatan bersama DPR. Pada tahun 2023, disepakati biaya Bipih yang dibayar jemaah rata-rata sebesar Rp 49.812.700,26 (55,3%), sedang yang bersumber dari nilai manfaat sebesar rata-rata Rp 40.237.937 (44,7%).
Dengan adanya usulan kenaikan BPIH, Farid menekankan bahwa DPR sudah sepatutnya mempertanyakan alasan Kemenag menaikkan biaya haji. Komisi VIII DPR telah memastikan akan mengkaji unsur mana saja yang mengalami kenaikan agar dapat diketahui alasan perubahan biaya.
"Jadi saya minta DPR terus berjuang, didetailkan di semua lini. Mulai dari penginapan hingga dari sisi penerbangan. Karena sekarang masyarakat sudah bisa melihat, jangan sampai masyarakat yang menilai perbedaan biaya di setiap lini. Maka harus bisa dijelaskan secara rinci juga," jelas Farid.
Apabila ada kenaikan dalam BPIH sekalipun, diharapkan angkanya tidak terlalu signifikan dari biaya haji sebelumnya. Dengan begitu, kata Farid, biaya haji tahun 2024 tidak akan membebani jemaah haji yang akan berangkat ke tanah suci.
"Tapi kalau pun ada kenaikan tidak usah signifikan, harus bisa dikaji mana yang bisa dipangkas. Apakah dari sisi transportasinya, apakah dari penerbangannya. Karena penerbangan itu hampir menguasai sekitar 40 persen dari total biaya haji," tuturnya.
“Maka penting sekali pengawalan dari DPR agar kenaikan biaya haji masih masuk akal dan tidak memberatkan masyarakat yang akan berangkat haji,” lanjut Farid.
Di samping itu, DPR disebut dapat mengawal upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meyakinkan Arab Saudi terkait biaya mana saja yang mungkin bisa ditekan. Menurut Farid, hal tersebut dapat dilakukan mengingat Indonesia merupakan negara penyumbang jemaah haji terbesar.
"Karena memang kami menyadari ada biaya yang harus naik, tapi kan kita tahu Indonesia penyumbang jemaah haji terbesar maka kita bisa dimudahkan dengan berbagai item yang dikeluarkan. Jadi harus bisa dinegosiasikan dengan pihak Arab Saudi," ungkapnya.
Kemenag mengklaim kenaikan BPIH dilatarbelakangi karena adanya sejumlah faktor. Salah satunya karena kenaikan kurs, baik Dollar Amerika Serikat (AS) maupun Riyal Arab Saudi yang berdampak pada kenaikan biaya layanan.
Meski begitu, Farid sepakat dengan DPR yang mengingatkan apabila ada kenaikan biaya haji, besarannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para jemaah. Ia juga mengingatkan agar pembahasan BPIH dilakukan secara transparan.
"Jika itu menjadi kenaikan yang disepakati bersama, komponen biaya-biaya kenaikan dengan biaya-biaya kemarin itu harus di publish ke masyarakat," sebut Farid.
Farid juga setuju dengan DPR yang menegaskan agar rencana kenaikan BPIH dibarengi dengan peningkatan pelayanan haji. Terutama agar bagaimana Pemerintah dapat memfasilitasi para jemaah lanjut usia (lansia) secara maksimal. Sebab, kata Farid, hampir 60 persen jemaah haji asal Indonesia sudah mencapai usia lanjut.
"Manula ini perlu pendamping dari keluarga jangan sampai mereka sudah daftar haji antrenya sudah mencapai 20 tahun, ketika haji sudah tidak memungkinkan untuk aktivitas normal," tuturnya.
"Kalau tidak didampingi keluarga itu dia tidak bisa ibadah maksimal. Akhirnya jadi kurang bagus, sia-sia. Maka pendamping itu harus dari keluarga, porsinya harus ada," sambung Farid.
Selain itu, Farid juga menyoroti soal konsumsi bagi lansia selama melaksanakan ibadah haji. Ia menilai, pengawasan dari DPR dapat memastikan Pemerintah lebih jeli memperhatikan urusanan makanan bagi lansia mengingat lansia banyak yang mengalami masalah kesehatan.
Farid menyebut, berdasarkan pengalaman selama ini, sajian makanan dari panita penyelenggara haji banyak yang tidak dimakan oleh lansia.
"Pemanfaatanya harus benar-benar dirasakan oleh Manula, misalnya makanan yang cocok dikonsumsi pasti akan dimakan sama dia, makanya kalau disediakan pendamping ibadahnya bisa maksimal," jelasnya.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI menegaskan akan mengkaji usulan Kemenag tentang kenaikan BPIH untuk tahun 2024 mendatang. Usulan kenaikan biaya haji ditegaskan harus mengedepankan nilai kemampuan jamaah atau istitha’ah.
"Kami juga harus memperhatikan aspek keadilan dalam menggunakan nilai manfaat dan mengedepankan kemampuan jemaah atau istitha’ah," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, Selasa (14/10).
Pimpinan Komisi Agama DPR itu memastikan Panja BPIH akan mengkaji unsur mana saja dari komponen biaya haji yang mengalami kenaikan. Dengan begitu, menurut Ace, dapat diketahui alasan perubahan pada BPIH di tahun depan.
"Kami akan telisik di mana letak kenaikan biaya yang diusulkan Kementerian Agama RI. Apa saja komponen biaya Haji yang mengalami kenaikan. Apa saja biaya yang mengalami kenaikan itu, baik di Arab Saudi maupun layanan dalam negeri," urai Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Ace menyebut, Panja BPIH akan menyelesaikan persoalan biaya pemberangkatan jemaah Indonesia ke tanah suci. Tentunya dengan mengedepankan nilai kemampuan dan kesanggupan para jemaah haji asal Indonesia.
"Pada prinsipnya, kami Komisi VIII DPR RI akan berusaha biaya Haji yang dibayar jemaah tahun depan tidak terlalu jauh kenaikannya dibanding tahun sebelumnya," terang Ace.
Kalaupun ada kenaikan, Ace mengingatkan Pemerintah untuk memperbaiki sistem pelaksanaan ibadah Haji. Harapannya, agar kekurangan yang sempat banyak terjadi saat ibadah Haji sebelumnya tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
Sehingga, jemaah Haji Indonesia bisa menjalankan rukun islam ke-5 tersebut dengan khusyuk dan tawadhu. Kenaikan biaya haji harus dibarengi dengan peningkatan fasilitas.
"Tentu kami ingin mendorong agar pelayanan jamaah dan fasilitas untuk haji tahun depan jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya," pungkas Ace.