Ketua MK Suhartoyo: Kalau Kami Tidak Baik, Kritik, Jangan Dibiarkan!

JAKARTA - Kesembilan hakim konstitusi sepakat memilih Suhartoyo menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028 pengganti Anwar Usman. Saldi Isra kembali ditetapkan sebagai Wakil Ketua MK.

Usai polemik di tubuh lembaga peradilan konstitusi ini menghebohkan publik, Suhartoyo meminta masyarakat untuk tak segan melontarkan kritikan agar para hakim MK, terutama dirinya, bisa memperbaiki diri.

"Kalau memang kami ada yang ke depan tidak baik, ya tidak apa-apa kami dikritik berdua. Sehingga, kami berdua bisa setiap saat evaluasi. Jadi, jangan dibiarkan. Kalau adik-adik semua membiarkan, sama juga kemudian menjadikan embrio itu menjadi suatu yang bisa menjadi besar dan kemudian menjadi fatal," ungkap Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 9 November.

Melanjutkan, Saldi Isra berharap kepemimpinan MK yang baru ini bisa memulihkan kepercayaan publik setelah adanya putusan mengenai batas usia capres-cawapres yang berpolemik tersebut.

"Mohon doa restu kita bersama agar Mahkamah Konstitusi bisa menapak secara pasti mulai dari hari ini untuk memperbaiki diri dan mendapatkan dukungan publik dalam menghadapi situasi ke depan, terutama sengketa pemilu yang sebentar lagi akan menghampiri kita semua," urai Saldi.

Rencananya, Suhartoyo akan mengucapkan sumpah jabatan sebagai Ketua MK periode 2023-2028 pada Senin, 13 November 2023.

"Insyaallah hari Senin akan diambil sumpahnya di ruangan ini. Mengucapkan sumpah di ruangan ini. Artinya, mulai hari Senin komposisi kepengurusan Mahkamah Konstitusi akan terpenuhi seperti biasa," ucap Saldi.

Sebagai informasi, pemilihan Ketua MK baru ini menindaklanjuti hasil putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman. Dalam putusan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dibacakan pada Selasa, 7 November, Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Jimly menyebut paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini membuka ruang pihak luar untuk mengintervensi perumusan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," ungkap Jimly.

Hal ini didukung oleh sikap Anwar Usman yang terlibat dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) atas perkara 90/PUU-XXI/2023, setelah sebelumnya absen dalam RPH perkara uji materi serupa.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) tidak mundur dari penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023, padahal secara nyata-nyata terdapat benturan kepentingan, karena perkara 90/PUU-XXI/2023 berkaitan langsung dengan kepentingan keluarga hakim terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka," ungkap Jimly.

Imbas pemberhentian Anwar sebagai Ketua MK, MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.