Polisi Bongkar Penjualan Obat Aborsi Ilegal di Bandung
BANDUNG - Kepolisian Resor Kota Bandung membongkar penjualan obat ilegal untuk praktik aborsi dengan mengamankan dua orang tersangka.
Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan pengungkapan kasus tersebut hasil dari patroli siber jajarannya yang mengindikasikan maraknya peredaran gelap obat yang dipergunakan untuk menggugurkan kandungan.
“Kami mengungkap kasus aborsi ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang bukan dokter, namun mengatasnamakan dirinya dokter dan menjual obat-obat terlarang yang seharusnya diperjualbelikan berdasarkan resep dokter,” kata Kusworo dilansir ANTARA, Senin, 6 November.
Kusworo menjelaskan pihaknya terlebih dahulu menangkap SM yang berperan sebagai pengedar obat terlarang tersebut di akun Facebook miliknya. Selain menjadi penjual, tersangka SM mengakui turut serta membimbing para korban untuk menggunakan obat tersebut.
“Nah, jadi terungkap pada hari Senin (23/10) di mana tersangka inisial SM itu membuka Facebook kemudian menawarkan jasa konsultasi untuk aborsi, sehingga banyak yang tergabung dalam grup tersebut,” katanya.
Dia menjelaskan modus yang dilakukan oleh tersangka SM dalam melakukan praktik aborsi seolah-olah tenaga kesehatan yang memiliki izin.
Kusworo menuturkan setelah dilakukan penyelidikan lebih dalam, pihaknya berhasil mengamankan RI sebagai pengedar obat penggugur kandungan.
“Menurut keterangan tersangka, praktik ini sudah sejak tahun 2021 dan yang ada di handphone-nya kami cek itu ada sebanyak 20 korban,” kata dia.
Untuk sarana yang digunakan tersangka SM dalam melakukan aborsi adalah obat keras jenis "CM" tablet 200 Mcg yang dijual dengan harga RP1,5 juta per satu setrip atau sebanyak 10 butir kepada pada para korban.
“Jadi untuk obat ini (CM) memang tersangka SM itu membeli dari RI itu 12 setrip dengan harga Rp2,5 juta namun tersangka SM menjualkan satu setripnya itu Rp1,5 juta kepada para korbannya,” kata dia.
Kusworo mengatakan obat keras yang dijual oleh tersangka ini merupakan kategori tidak bisa dijual bebas untuk umum dan perolehannya hanya dapat dilakukan dengan menggunakan resep dokter.
“Bahwa obat ini hanya untuk penyakit maag akut atau untuk mengeluarkan seandainya ada jaringan yang tertinggal setelah melahirkan,” kata Kusworo.
Para tersangka terancam hukuman paling singkat lima tahun dan paling lama 12 tahun penjara dengan terjerat Pasal 435 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.