Mengenal Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Bukti Dukungan Indonesia terhadap Palestina
JAKARTA – Situasi di Gaza memburuk sejak pecahnya serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu. Bahkan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit tidak luput dari serangan.
Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada Sabtu (7/10/2023). Serangan tersebut menewaskan total 1.200 orang Israel yang kebanyakan adalah warga sipil.
Buntut dari aksi tersebut, Israel melancarkan serangan balasan dan sudah berlangsung selama hampir satu bulan.
Serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza menghancurkan rumah-rumah dan menelan ribuan korban jiwa.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dikelola Hamas di Gaza, korban meninggal dunia saat ini telah melampaui delapan ribu orang.
“Jumlah korban tewas terkait agresi Israel telah melampaui 8.000 orang, setengah di antaranya adalah anak-anak," kata kementerian itu, dilansir AFP, Minggu (29/10/2023).
Sejarah Rumah Sakit Indonesia
Tapi yang lebih memilukan, rumah sakit juga tidak lepas dari incaran serangan pasukan militer Israel, salah satunya adalah Rumah Sakit Indonesia.
Rumah Sakit Indonesia merupakan salah satu bukti nyata dukungan warga Indonesia terhadap Palestina yang sampai saat ini terus terlibat konflik dengan Israel.
Dilansir laman resmi Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Rumah Sakit Indonesia berada di Bayt Lahiya, Gaza Utara. Rumah sakit seluas 16.261 m2 tersebut merupakan sumbangan dari Pemerintah Indonesia, sementara seluruh dana pembangunan rumah sakit ini berasal dari donasi rakyat Indonesia.
“Untuk itu rumah sakit ini diberi nama Rumah Sakit Indonesia (RSI) dengan harapan bisa menjadi bukti silaturahmi jangka panjang antara rakyat Indonesia dan rakyat Palestina,” demikian dikutip mer-c.org.
Pembangunan Rumah Sakit Indonesia ini bermula dari serangan Israel ke Jalur Gaza pada pertengahan 2008. Kala itu tim medis MER-C bersama tim medis Pemerintah Indonesia berangkat ke Jalur Gaza dengan tujuan menyalurkan bantuan kepada para korban.
Sebagai wilayah perang, Gaza hanya memiliki satu rumah sakit rehabilitasi. Itu pun tidak luput dari serangan tentara Israel sehingga memunculkan inisiatif dari MER-C untuk mebangun rumah sakit di Jalur Gaza.
Rencana membangun rumah sakit di kawasan tersebut mendapat lampu hijau seusai pertemuan dengan Menteri Kesehatan Palestina saat itu, Bassim Naim, di Jalur Gaza.
Mulai dibangun pada 14 Mei 2011, Rumah Sakit Indonesia diresmikan pada 27 Desember 2015 oleh Wakil Presiden Indonesia pada periode itu, Jusuf Kalla. Dengan fasilitas sekitar 100 kasur rawat inap, empat ruang operasi dan 10 ruang rawat perawatan intensif, Rumah Sakit Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di Gaza.
Kecaman dari IDI
Di tengah situasi yang kembali memanas antara Israel dan Palestina, Rumah Sakit Indonesia menjadi salah satu lokasi evakuasi pasien Rumah Sakit Al-Awdeh saat tentara Israel memperingatkan bahwa rumah sakit itu akan dibom pada 13 Oktober lalu.
Namun berselang dua pekan kemudian, Rumah Sakit Indonesia juga ikut terkena imbas serangan militer Israel ke Jalur Gaza baik melalui laut, darat, maupun udara.
“Akibat dentuman bom yang terdengar begitu keras, serpihan-serpihan pasir dan besi yang terpental masuk ke dalam Rumah Sakit Indonesia tempat kami berada,” kata Fikri Rofiul Haq, seorang relawan MER-C asal Indonesia melalui pesan suara yang diterima di Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Kondisi rumah sakit ini pun kian memprihatinkan. Mengutip Al-Jazeera, seorang relawan di Rumah Sakit Indonesia mengatakan sedikitnya 870 orang tewas dan 2.530 orang dirawat karena luka-luka di rumah sakit ini hingga 31 Oktober 2023.
Kondisi ini diperparah karena pemadaman listrik yang terjadi di Jalur Gaza membuat para dokter harus melakukan operasi dan tindakan medis dalam keadaan gelap.
Serangan militer Israel terhadap fasilitas kesehatan mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bersama World Medical (WMA) atau Asosiasi Medis Dunia, PB IDI mengeluarkan seruan mendesak kepada semua pihak yang berkonflik untuk untuk mematuhi norma-norma Hukum Humaniter Internasional (IHL) untuk tidak menyerang fasilitas medis dan kendaraan tenaga kesehatan, serta melindungi tenaga kesehatan.
Ketua Umum PB IDI, DR. dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT mengutuk keras serangan terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga medis serta meminta semua pihak untuk memastikan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak menjadi sasaran dan diberikan akses yang aman untuk merawat korban yang terluka.
“Sebagai dokter, kami mempunyai kewajiban etik untuk menempatkan keselamatan pasien dan komunitas masyarakat sipil diatas segalanya,” Adib menjelaskan.