Polemik Tak Dilanjutkannya Subsidi Upah yang Katanya Enggak Ngaruh Naikkan Daya Beli
JAKARTA - Pemerintah telah menghentikan program bantuan subsidi upah (BSU) atau disebut subsidi gaji. Keputusan ini menimbulkan polemik karena program BSU dinilai masih sangat dibutuhkan para pekerja karena dianggap dapat menjaga daya beli di tengah tekanan pandemi COVID-19.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui bahwa dana BSU atau subsidi gaji tahun ini tidak ada alokasinya dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021.
"Sementara, memang di APBN 2021 BSU tidak dialokasikan. Nanti dilihat bagaimana kondisi ekonomi berikutnya," ujarnya di Medan, beberapa waktu lalu.
Adapun bantuan subsidi gaji ini diberikan kepada pekerja atau karyawan yang memiliki gaji di bawah Rp5 juta per bulan. Bantuan diberikan sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan, atau total Rp2,4 juta yang akan diberikan setiap dua bulan sekali. Artinya, dalam satu kali pencairan, pekerja akan menerima uang subsidi sebesar Rp1,2 juta.
Alasan pemerintah tak lanjutkan BSU
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan penyebab bantuan subsidi upah tidak dilanjutkan di tahun ini, lantaran pemerintah masih butuh perbaikan data.
"Setelah melalui serangkaian rapat dan sidang kabinet diputuskan memang skema bantuan subsidi upah meskipun itu bagus, cukup membantu, tetapi kita untuk sementara ini diputuskan untuk tidak dilanjutkan dulu karena perlu perbaikan database," ujarnya, di Jakarta, Rabu, 10 Februari.
Yustinus berujar pemerintah tidak menginginkan bila program ini dilanjutkan justru akan membuat masyarakat yang berhak menerima bantuan subsidi tidak mendapatkannya.
Menurut dia, keputusan ini juga sesuai dengan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta agar program ini dihentikan terlebih dahulu hingga adanya perbaikan database.
Meski begitu, dirinya menampik bila program bantuan ini masih mungkin untuk dilanjutkan ke depannya. Apalagi menurutnya program pemulihan ekonomi nasional (PEN) ini bersifat dinamis. Namun, untuk melanjutkan ini diperlukan data yang sudah baik.
Serikat buruh minta subsidi upah dilanjutkan
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melanjutkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) atau subsidi gaji dengan memasukkan anggarannya ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan daya beli buruh sangat turun di tengah ancaman ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pandemi COVID-19. Karena itu, KSPI meminta BSU tetap dilanjutkan karena dapat menjaga daya beli.
"Kami minta Bapak Presiden, pimpinan DPR, BSU tetap ada karena dia menjaga daya beli. Masukan lah kalau memang belum ada di APBN 2021, nanti di APBN perubahan tahun 2021," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 10 Februari.
Iqbal juga menagih janji menteri-menteri Jokowi yang sebelumnya memastikan bahwa BSU tetap dilanjutkan di 2021. Namun, kenyataannya anggaran untuk BSU tidak masuk di dalam APBN 2021.
"Sekarang BSU dihilangkan. Menaker kemana aja? Kenapa tidak bisa meyakinkan Komisi IX, kerjanya apa Menaker nih? Dulu janjinya Pak Erick Thohir Menteri BUMN, Bu Sri Mulyani Menteri Keuangan dan Bu Ida Fauziyah Menaker, tahun 2021 tetap ada bantuan subsidi upah. Kok tiba-tiba tidak masuk di APBN 2021?," ucapnya.
Terkait dengan pernyataan bahwa BSU ini di masukan ke dalam program Kartu Prakerja, Iqbal mengatakan bahwa hal tersebut hanya akal-akalan pemerintah. Sebab, anggaran BSU tidak masuk dalam APBN 2021.
"Menaker mengatakan jangan takut masih ada yang lain bentuknya. Tidak mungkin lah di APBN 2021 BSU tidak ada, mau ngambil dari mana? Emang dari kantong pribadi. Katanya kartu Pra Kerja Rp3,5 juta, kartu Pra Kerja itu untuk orang yang menganggur. Sedangkan BSU untuk orang yang bekerja, masa tidak bisa bedain itu. Udah lah jangan akal-akal," tuturnya.
BSU masih sangat diperlukan
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)Enny Sri Hartati mempertanyakan langkah pemerintah menghentikan BSU ini. Sebab, subsidi upah jauh lebih efektif untuk bisa mendongkrak daya beli masyarakat dibanding program Kartu Prakerja yang di 2021 dilanjutkan.
Enny menuturkan, BSU langsung menyasar ke masyarakat dari total anggaran yang telah digelontorkan, yakni Rp29,4 triliun pada 2020 lalu. Ia mengatakan pada Kartu Prakerja, total bantuan yang didapat adalah Rp3,55 juta.
Namun, saat dirinci yaitu Rp600 ribu untuk biaya pelatihan tiap bulan selama empat bulan atau total Rp2,4 juta dan Rp1 juta sebagai insentif biaya pelatihan, serta Rp150 ribu sebagai biaya survei.
"Jadi kalau dibandingkan, jika tujuannya sama-sama untuk bantalan sebagai semi bantuan sosial, maka jauh lebih efektif, secara kasar saja itu dampak multiplier effectnya terhadap daya beli pasti besar yang BSU karyawan," tuturnya, dalam acara 'Sapa Indonesia Malam Kompas Tv', Rabu, 10 Februari.
Sementara itu, Ekonom Bhima Yudhistira menilai kebijakan subsidi upah bagi pekerja yang sudah berjalan pada 2020, perlu dilanjutkan di 2021. Bahkan, seharusnya besaran subsidi tersebut perlu ditambah.
"Sebaiknya subsidi upah bagi pekerja ditambah, bukan malah dihilangkan," kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 6 Februari 2021.
Baca juga:
- Menaker Ida Fauziyah Sebut Penyaluran Subsidi Upah Capai 98,91 Persen di 2020, Kamu Sudah Terima?
- Bantuan Subsidi Upah Disetop, Buruh Akan Kirim 'Surat Cinta' untuk Jokowi
- Jaga Daya Beli Buruh, KSPI Minta Jokowi Masukkan Anggaran Subsidi Upah di APBN 2021
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas III Naik, Pemerintah Berikan Subsidi Rp7.000