Jembatan Kaca The Geong Banyumas Pecah: Estetika Objek Wisata Perlu, tapi Keamanan Lebih Penting
JAKARTA – Jembatan kaca The Geong yang berada di kompleks Hutan Pinus Limpakuwus, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah tengah viral dalam sepekan ke belakang. Itu karena adanya insiden jembatan kaca itu pecah hingga menyebabkan satu wisatawan meninggal dunia.
Kejadian bermula saat empat wisatawan asal Cilacap, Jateng sedang asyik berfoto di wahana tersebut pada Rabu (25/10/2023) sekitar pukul 10.00 WIB. Namun tiba-tiba kaca yang menjadi pijakan pecah. Dua orang terjatuh dari ketinggian sekitar 15 meter, sementara dua lainnya berpegangan di rangka jembatan.
“Saat kacanya pecah, dua orang sempat berpegangan pengaman yang ada di jembatan kaca tersebut. Kemudian dua orang lagi jatuh ke bawah,” ungkap Edy Suranta Sitepu, Kapolresta Banyumas, dikutip dari Antara.
Dua wisatawan yang jatuh adalah FA (49) dan A (31). FA dinyatakan meninggal dunia, sementara A mengalami luka berat dan masih dirawat di rumah sakit.
Akibat insiden nahas tersebut, wahana jembatan kaca The Geong, Hutan Pinus Limpakuwus ditutup garis polisi, dan akan ada pemeriksaan yang dilakukan terhadap jemnatan ini untuk menindaklanjuti kasusnya.
Kurang Perhatikan Aspek Keamanan
Sektor pariwisata dalam negeri sedang gencar-gencarnya menarik wisatawan setelah sempat mati suri akibat pandemi COVID-19. Tempat wisata melakukan berbagai upaya demi menarik perhatian pengunjung.
Wahana untuk selfie atau swafoto termasuk dalam wahana favorit di sejumlah tempat wisata. Maka tak heran, wahana selfie ini hampir selalu ditemui di setiap tempat wisata.
Seperti yang terjadi di kompleks Hutan Pinus Limpakuwus ini. Jembatan kaca The Geong menjadi primadona para wisatwan yang berkunjung. Jembatan tersebut memiliki ketinggian sekitar 10 meter dengan panjang 25 meter.
Menurut sejumlah sumber, jembatan kaca ini mulai dibangun 11 bulan lalu, dan masuk ke dalam kawasan Hutan Pinus Limpakuwus. Tapi Ketua Koperasi Hutan Pinus Limpakuwus Eko Purnomo mengatakan wahana jembatan kaca The Geong bukan bagian dari pengelolaan HPL.
Eko menegaskan, wahana jembatan kaca tersebut berada di lahan milik Kementerian Pertanian yang dikelola Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTUHPT) Baturraden, bukan di lahan milik Perum Perhutani yang saat ini dimanfaatkan untuk kawasan wisata Hutan Pinus Limpakuwus.
Lebih lanjut, Eko mengatakan pengelola The Geong bekerja sama dengan Kokarnaba yang merupakan koperasi milik BBPTUHPT.
"Pengelola 'The Geong' bekerja sama dengan kami hanya dalam hal parkir. Pengunjung membayar parkir di depan, kami yang menampung," kata Eko, dikutip Antara.
Sejak libur Idulfitri 2023, jembatan kaca The Geong mulai ramai dikunjungi wisatawan Hutan Pinus Limpakuwus dan sampai sekarang menjadi salah satu spot favorit turis.
Terlepas dari tingginya animo masyarakat untuk mengunjungi wahana-wahana baru, pihak pengelola sebaiknya tetap mempertahankan aspek keamanan. Sayangnya, hal ini sepertinya tidak dilakukan oleh pengelola jembatan kaca The Geong.
Ini terbukti dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Polresta Banyumas sehari setelah kejadian. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas Komisaris Agus Supriadi mengatakan selama ini tidak pernah ada uji kelayakan terhadap wahana tersebut.
”Jembatan ini tidak ada uji kelayakan dari pihak terkait,” ujar Agus.
Baca juga:
- Isu Lingkungan Masih Diabaikan dalam Kontestasi Politik
- Pantauan Netray: Buntut Putusan Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman Dihujat Warganet dan Diminta Mundur
- Literasi Digital Penting untuk Cegah Praktik Judi Online oleh Siswa
- Refleksi Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang: Sosok Psikopat Ada di Mana-mana, Bahkan di Lingkungan Terdekat
Selain itu dari hasil pemeriksaan juga tidak dilengkapi sistem pengamanan yang memadai dan petunjuk bagi pengunjung untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Dosen Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Nor Intang Setyo ikut mengecek tempat kejadian perkara (TKP). Menurut pengamatannya, kaca yang terpasang di jembatan tersebut memang berisiko.
Ini terlihat dari warna kaca yang tidak sama, sehingga Intang menduga kaca yang digunakan adalah kaca bekas. Selain itu, kaca jembatan tersebut juga hanya satu lapir dengan ketebalan sekitar 1,2 cm. Padahal menurut dia, wahana jembatan kaca di China biasa menggunakan kaca dengan ketebalan mencapai 5,1 cm.
Tidak Ramah Lingkungan
Membuat wahana yang menarik perhatian wisatawan sudah menjadi tugas pemilik tempat wisata. Meski begitu, sebaiknya wahana yang menarik tidak semata-mata hanya estetik secara visual, tapi juga harus memperhatikan hal lain seperti keselamatan dan lingkungan.
Jembatan kaca sebagai tempat swafoto memang cukup digandrungi masyarakat dalam beberapa tahun ke belakang. Tapi sayangnya, wahana jembatan kaca dinilai tidak sesuai dengan prinsip pariwisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Pengamat Pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru meminta pemerintah mempertimbangkan kembali pembangunan wahana jembatan kaca menyusul peristiwa jatuhnya wisatawan di The Geong.
Tidak hanya konstruksi yang dianggap tidak aman, wahana tersebut juga menurut Chusmeru tidak sesuai dengan prinsip pariwisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
“Pemerintah sebaiknya perlu mempertimbangkan kembali pembangunan jenis wahana wisata seperti ini,” ujar Chusmeru.
“Wahana semacam itu sangat berpotensi terjadinya kecelakaan. Keamanan dan keselamatan wisatawan menjadi prioritas agar nyaman dalam berwisata,” imbuhnya.
Peristiwa pecahnya kaca di jembatan kaca The Geong menjadi peringatan bersama bahwa bangunan publik yang digunakan oleh banyak orang, utamanya di kawasan wisata, tidak hanya mengedepankan estetika, tapi juga keamanan, keselamatan, dan kenyamanan.
Karena itulah, perizinan dari pemerintah serta uji kelayakan yang memadai mutlak dilakukan sebelum menjadi wahana publik.