Mantan Bupati Aceh Tamiang Didakwa Korupsi Pertanahan Rp6,4 Miliar
BANDA ACEH - Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa mantan Bupati Aceh Tamiang, Aceh, Musril melakukan tindak pidana korupsi pertanahan dengan kerugian negara mencapai Rp6,4 miliar.
Dakwaan tersebut dibacakan JPU Ichwan Effendi dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu, 25 Oktober.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Sadri serta didampingi Hamzah Sulaiman dan Ani Hartati, masing-masing sebagai hakim anggota. Terdakwa Musril hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Junaidi, Zulfan, dan kawan-kawan.
Jaksa penuntut umum dalam dakwaannya menyatakan terdakwa Mursil pada 2009 menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang.
Menurut JPU, terdakwa diduga menerima uang Rp100 juta dari saksi Tengku Rusli yang juga dituntut dalam berkas perkara terpisah untuk penerbitan enam sertifikat tanah.
Pensertifikatan tanah tersebut dari eks hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit PT Desa Jaya. Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak pernah diperpanjang hingga sekarang. Artinya, tanah HGU tersebut merupakan tanah negara, kata JPU
"Kemudian, terdakwa menerbitkan sertifikat tanah eks HGU tersebut. Selang beberapa waktu kemudian, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah tersebut dengan nilai Rp6,4 miliar," kata JPU dilansir ANTARA.
Baca juga:
- Puan Soal Status Gibran di PDIP Usai Jadi Cawapres Prabowo: Tidak Ada Pengunduran Diri
- Jokowi Berhentikan dengan Hormat Wamen BUMN Roslan Roeslani Ketua Timses Prabowo-Gibran
- KPU Tegaskan Tak Soal Status Gibran Kader PDIP Diusung Jadi Cawapres Prabowo
- Johnny G Plate Dituntut 15 Tahun Penjara di Kasus Korupsi BTS 4G
Selain terdakwa Musril, JPU mendakwa dua terdakwa lainnya dalam perkara yang sama, namun dengan berkas terpisah. Kedua terdakwa, yakni Tengku Yusni dam Tengku Rusli.
Tengku Yusni didakwa menguasai tanah negara yang izin HGU sudah berakhir sejak 1988. Luas lahan eks HGU tersebut yang pertama mencapai 885,65 hektare dan lahan kedua dengan luas 1.658 hektare. Kedua lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang
"Keuntungan dari penguasaan tanah negara yang dijadikan perkebunan sawit tersebut menyebabkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp7,9 miliar," kata JPU menyebutkan.
Usai mendengar dakwaan JPU, majelis hakim menanyakan apakah terdakwa Mursil mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan atau tidak.
"Kami akan mengajukan eksepsi. Karena itu, kami memohon waktu beberapa hari untuk menyiapkan bantahan atas dakwaan jaksa penuntut umum," kara Junaidi, penasihat hukum terdakwa Mursil.
Majelis hakim melanjutkan sidang pada pekan depan dengan agenda mendengarkan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum.