Eksklusif Giulio Parengkuan Menikmati Rasa Cinta dan Benci dengan Akting

JAKARTA - Aktor Giulio Parengkuan beradu akting dengan Taskya Namya dan Wafda Saifan Lubis dalam film horor terbarunya ‘Di Ambang Kematian’. Dalam sebuah kesempatan, Giulio mencoba menceritakan sosok Bastala, karakter yang ia mainkan di film ini di mana ia akan menemani Nadia (Taskya Namya) dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi.

Bagi Giulio, peran Bastala ini memiliki warna baru dari karakter-karakter yang sebelumnya sudah pernah ia mainkan. Oleh karena itu, Giulio mengaku hal ini menjadi tantang tersendiri bagi ia untuk menemukan dinamika yang pas untuk karakter yang ia mainkan. Hal ini membuat Giulio harus banyak berdiskusi dengan sang sutradara, Azhar Kinoi Lubis.

“Iya. Karena itu yang akhirnya aku diskusikan sama Mas Kinoi, kan mau warnanya seperti apa? Bentuknya seperti apa? Bahwa misalnya ada orang yang membantu, bahwa nggak semua orang yang baru ketemu di pinggir, yang kita nggak kenal itu semuanya jahat. Tapi bagaimana caranya dinamika, mau dinamika seperti apa sih yang mau diperkenalkan terhadap karakter ini? Apalagi tentunya dalam bentuk ruang lingkup yang dibawakan, dalam kematian ini, dalam waktu yang itu diceritakan di bangku SMA,” ujar Giulio Parengkuan di Tanah Abang, Jakarta Pusat, 4 September lalu.

Meski memiliki tantangan tersendiri dalam memainkan karakter Bastala, Giulio juga mengatakan bila ia sangat tertarik dengan karakternya. Hal ini karena ia bisa menunjukkan bila bahwa tidak semua orang yang datang ke hidup kita selalu mempunyai maksud tersendiri dan pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu menjadi sesuatu yang lumrah terjadi.

Giulio Parengkuan (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Jadi sebenarnya yang membuat aku tertarik dengan karakter ini adalah karena ya itu, bahwa nggak semua orang yang nggak kita kenal itu adalah jahat, maksudnya gitu. Tapi akhirnya bagaimana cara dia bisa memahami walaupun dia memiliki keterbatasan dalam bentuk ruang mental, karena dia mental lumayan terganggu, tapi sebenarnya bisa mempunyai teman yang ideal gitu loh, maksudnya bahwa teman aja itu bisa sampai di titik sana dan itu bagiku sangat menarik,” lanjut Giulio.

“Apalagi di ruang misal di dunia yang kita punya, misalnya dengan ruang kultur yang kita punya, di Indonesia untuk ngasih tunjuk pertemanan ideal tuh seperti itu dan perempuan dan laki-laki itu bisa berteman dan mereka bisa memiliki hubungan yang baik dan itu adalah hal yang paling menarik,” tuturnya.

Selalu memberikan yang terbaik di setiap karakter yang ia mainkan, Giulio ternyata memiliki cara tersendiri dalam memilih proyek film. Ia mengatakan semua tergantung dengan kondisi momen dan tantangan apa yang sedang ingin dirasakan saat memainkan karakter yang diberikan kepadanya. Karena bagi Giulio memilih karakter di dalam film itu akan sangat berpengaruh dengan ruang personalnya di dunia nyata, sehingga ia tidak ingin memilih karakter yang terlalu mudah atau pun berlebihan.

“Itu tergantung dalam momen itu aku ngerasa apa ya dan dan ke apakah ya tergantung aku dalam momen yang aku ditawarin itu situasi aku dalam seperti apa? Dan pada saat misalnya aku lagi pengen hal yang challenging buat aku gitu, I’ll take the challenging part. Tapi mungkin utamanya adalah pada saat mau ngambil itu mungkin bisa melihat dari karakternya mungkin kali ya. Ada nggak sih yang bisa diotak-atik dari karakternya, maksudnya ya bahwa balik lagi itu kan berhimpitan, apa nempel dengan dengan ruang personal dan ruang personal kita kan selalu berubah misalnya kayak 2 tahun yang lalu aku nggak mungkin berpikir dengan cara yang sekarang,” imbuhnya.

Giulio Parengkuan (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Nah, jadi itu tergantung sih aku lagi pengen butuh tantangan apa dan akhirnya it’s a good challenge kan, yang tantangan, yang untuk yang tidak berlebihan karena pada saat yang memiliki dikasih tantangan yang berlebihan itu akhirnya kita jadi enggak mau ngelakuin, tapi enggak mau juga yang terlalu gampang karena akhirnya kalau terlalu gampang akhirnya kita jadi malas-malesan,” katanya.

Sudah pernah bermain di genre aksi dan horor, Giulio ingin mencoba melebarkan sayapnya dengan mencoba genre lain yang ternyata menjadi alasan utama ia terjun ke dunia seni peran. Genre komedi menjadi salah satu keinginan sejak lama Guilio untuk ia mainkan. Namun, sayangnya hingga saat ini Giulio belum mendapatkan tawaran di genre tersebut, padahal Guilio merasa dirinya sudah cukup lucu untuk memainkan genre itu.

“Komedi. For sure. Aku mau komedi sih komedi mau komentar itu lucu sih Iya komedi jarang sih di sini ya menarik sih ya komedi sih,” tuturnya.

“Mungkin baru selama ini baru sentuhan-sentuhan sedikit tapi ya belum pernah aku mencoba untuk benar-benar mengalami yang bener-bener komedi. Karena sebenarnya awal pertama kali aku main, masuk ke dalam dunia seni peran awalnya pengen komedi, tapi belum pernah main komedi. Surprisingly, mungkin orang-orang nggak tahu kali ya, akhirnya dapatnya drama ini dan yang lain-lain, cuma ya aku pengen banget sih cobain komedi itu dari awal. That's one why I wanna do acting from the first place. Karena Jim Carrey,” jelasnya.

“Little bit narcissistic, yes. But I mean like ya. Mungkin for certain people I guess? Tergantung sih ruang ini nya di mana tapi sometimes I’m pretty funny,” selorohnya.

Hubungan Cinta dan Benci dengan Dunia Akting

Giulio Parengkuan (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Memulai karirnya di sekitar tahun 2016 hingga saat ini, Giulio mengaku tidak pernah sedikitpun merasa bosan dengan dunia akting. Malahan ia semakin merasa jatuh cinta dengan dunia seni peran yang sedang ia jalankan saat ini. Bahkan pria kelahiran tahun 1999 merasa bila aktinglah yang membuat ia menjadi dirinya yang saat ini karena di sini ia bisa belajar mengenai dedikasi hingga ruang-ruang emosi.

“Dengan dunia seni peran aku tertarik, ya aku jatuh cinta dengan seni peran sejak pertama kali, tapi ngga ada, tapi mungkin secara general aku ingin melihat warna-warna yang baru untuk secara keseluruhan sinema gitu, genre-genre baru, mungkin hal-hal yang belum pernah kita mainkan sebelumnya, I think that would be refreshing untuk keluar dari stereo tipikal karakter, it doesn't have to be misalnya kaya miskin, atau dinamika sosial, kan banyak banget di luar sana, maksudnya I wanna try new things, yang mungkin belum pernah di explore as general,” ujarnya.

“But I love it since day one, aku bisa jadi aku yang sekarang karena seni peran juga. Mengajarkan aku untuk berdedikasi dengan rasa bagaimana memahami ruang-ruang emosi kita punya dan bagaimana cara yang maksudnya hari-hari kita kan ada dari rasa untuk untuk dekat dengan hal tersebut,” sambung nya.

Meski begitu, besarnya rasa cinta Giulio Parengkuan terhadap dunia seni peran pernah membawa ia pada kejadian yang cukup membahayakan. Ia bercerita karena terlalu mendalami peran di series ‘Pertarungan’ musim pertama di momen pertama kali terjun ke dunia seni peran, Giulio tidak kembali ke diri dia sendiri. Hal ini akhirnya membuat pria berambut keriting ini mengambil waktu sejenak untuk beristirahat sambil kembali mencari jati dirinya yang asli.

Meski terdengar cukup menakutkan, namun bagi Giulio kejadian ini malah menjadi sebuah waktu bagi ia untuk lebih mengenal diri sendiri lebih baik lagi. Ia juga merasa bila kejadian yang menimpa dirinya sesuatu yang menarik untuk dieksplorasi sekaligus sebagai pengingat bagi seorang aktor untuk bisa memiliki pegangan yang kuat terhadap identitas diri.

“Udah pernah sih yang kebawa sampai karakternya itu di film pertarungan yang series, yang season 1. Itu sih, itu pertama kalinya, itu sampai 3 bulan (terbawa karakter). Tapi karena dari pertama kali masuk ke dalam seni peran sih, acting, nggak ngerti dari dulu orang bilang termasuk dalam karakter gila deh, gimana gue bisa jadi orang lain gitu. Itu seiring waktu, aku juga tertarik dengan filsafat dan psikologi. Nah, itu adalah pendekatan aku untuk prosedur dalam karakter dan akhirnya sampai di suatu titik tidak ada satu syuting pertarungan itu akhirnya aku enggak bisa kembali ke dirinya,” ujar Giulio.

Giulio Parengkuan (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Sehingga aku sampai, kalau misalnya aku nggak bisa kembali, aku berpikir berarti Giulio yang asli teoritis karakter daripada karakter yang umum keras sama ini. Nah ini, dari situ akhirnya tutup ke Breakout lumayan aku jalan-jalan ketemu nenek, gimana travelling untuk kenalan dengan diri aku sendiri dan itu ya untuk untuk kenal dengan diri sendiri, luar dan dalam. Kita mulai dari mana dan kita bisa kembali lagi, maksudnya dengan pulang ya ke rumah ke diri kita sendiri pada cerita, memainkan karakter-karakter yang lain,” imbuhnya.

“Dari situ makanya harus memiliki pegangan yang kuat juga tentang identitas diri Bagaimana cara bisa menerima diri kita sendiri Maksudnya bukan menerima sih cuma tahu diri kita sendiri seperti apa Jadi bisa tahu juga selain blind Spot kita tuh gimana sih jadi ya,” lanjutnya.

Selanjutnya Giulio menjelaskan bila kejadian tersebut seharusnya sudah menjadi kejadian yang ‘normal’ di kalangan aktor. Karena hal tersebut sangat berdekatan dengan profesi yang dijalankan olehnya saat ini. Oleh karena itu, ia berusaha untuk menganggap ini sebagai sebuah pelajaran yang harus didapatkan dari dirinya sendiri.

Giulio Parengkuan (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Iya lumayan (jadi waktu terberat) sih. Tapi sekarang kan aku udah berdekatan dengan hal tersebut dan open guys, nggak ada ketakutan sih, mungkin aku belum. Justru lebih something like that tapi ya itu waktu yang lumayan, bukan mengganggu, cuma itu yang lumayan yang ditakuti. Terus akhirnya muncul waktu itu adalah untuk akhirnya nggak bisa kembali ke diri sendiri 3 bulan itu. Emang harus gitu dulu sih kayaknya, biar kepentok. Everyone I mean, setiap orang belajarnya beda-beda. Mungkin harus kepentok dulu,” jelasnya.

Pengalaman itu bukan menjadi halangan bagi Giulio untuk terus berkarya di dunia seni peran. Bahkan ia mengaku ingin terus berkarya namun dengan cara yang berbeda yaitu bermain di balik layar perfilman. Ia mengaku bekerja di balik layar alias membuat film sendiri menjadi salah satu bucket list yang sudah ia impikan sejak lama. Hal ini sengaja dilakukan oleh pria keturunan Minahasa ini sebagai bentuk pengembangan diri.

“Oh iya. That's in my bucket list, mau pindah ke belakang layar, I don't know. Not mungkin itu masih lama maksudnya I love acting, aku cinta sama akting. Dan it's a never ending thing. It's the best job in the world. Cuma ya aku juga sambil melakukan hal-hal yang baru. Kita harus tetap tumbuh terus ke depannya kan setiap manusia trying different things, the positive things, dari situ ya trying different things which one works for you dan pada akhirnya kan i don't think i can stop doing acting because it's part of me karena dari awal akhirnya aku bisa menjadi seperti ini karena akting itu sendiri,” tutupnya.