Irama Berdendang Hadirkan The Panturas hingga Endah N' Rhesa untuk Bawakan Tribute Musik Populer Indonesia 1960an
JAKARTA - Festival musik Irama Berdendang menjadi puncak acara dari Rangkaian Irama: Satu Dekade Irama Nusantara, sebuah pameran arsip industri musik populer Indonesia yang mengusung tema Dari Ngak Ngik Ngok ke Dheg Dheg Plas.
Irama Berdendang akan berlangsung di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat pada 14 dan 15 Oktober.
Adapun, puluhan musisi dihadirkan untuk mengisi Irama Berdendang. Mereka akan tampil dengan format tribute terhadap musisi-musisi pop Indonesia di tahun 1960an.
“Format tribute jadi pilihan untuk memperkenalkan musik Indonesia dari masa lalu melalui musisi idola generasi muda terkini,” kata Gerry Apriryan selaku Program Manager Irama Nusantara dalam keterangannya, Selasa, 10 Oktober.
“Menariknya juga ada format DJ atau selector yang kami buat khusus satu buah lounge untuk menangkap fenomena yang terjadi belakangan, yakni menjamurnya DJ membawakan musik dari masa lalu,” sambungnya.
Dalam gelaran Irama Berdendang nanti, Bilal Indrajaya akan membawakan lagu-lagu dari album ikonik Badai Pasti Berlalu. Kemudian, NonaRia akan membawakan karya Ismail Marzuki, dan The Panturas membawakan karya-karya Eka Sapta dengan gaya Indorock '60-an.
Selain itu, Diskoria akan memutar disko klasik Indonesia, Endah N' Rhesa akan membawakan folk Indonesia, serta Louise dan Gallaby akan membangkitkan kenangan akan sosok Roekiah.
Tidak hanya itu, sejumlah penampil lain seperti Dipha Barus, Mondo Gascaro, Batavia Collective berkolaborasi dengan Fariz RM, White Shoes & The Couples Company, Alunan Nusantara, Dua Sejoli, Bangkutaman, JIWA JIWA, Dangerdope, Aryo Adhianto & The Ruko Riots, Udasjam, Midnight Runners, dan Swaragembira juga akan tampil.
Selain festival musik, juga akan diselenggarakan diskusi bertajuk Bisik-Bisik Musik. Akan dibahas beragam isu terkait industri musik dan berbagai problematika yang mengikutinya.
Baca juga:
Program ini akan mengangkat tema-tema obrolan musik yang kerap muncul dalam berbagai lingkup pergaulan pencinta musik Indonesia. Diskusi akan melibatkan narasumber-narasumber yang memiliki integritas dan kompetensi pada bidangnya.
“Sehari-hari kami (Irama Nusantara) berinteraksi dengan kalangan yang hanya sekadar nongkrong, tanya-tanya tentang koleksi, musisi yang penasaran ingin cover, atau pakai beberapa lagu lama, sampai akademisi internasional yang cari tahu untuk subyek penelitiannya. Irama Nusantara menganggap bila diskusi Bisik-bisik Musik digelar lalu diketahui publik maka muncul pemahaman urgensi arsip karena selalu aktual dengan kondisi dan fenomena yang terjadi di masa kini,” tutur Gerry Apriryan.
Irama Berdendang dan Bisik-Bisik Musik terbuka untuk umum dan gratis. Penonton festival dan peserta diskusi cukup membayar tiket masuk Museum Kebangkitan Nasional seharga Rp2 ribu dan melakukan reservasi melalui situs www.kiostix.com.