5 Dampak Tumbuh Dewasa Terlalu Cepat karena Trauma
YOGYAKARTA – Tumbuh dewasa terlalu cepat memiliki dorongan tertentu. Psikiater dan terapis kesehatan mental menyebutnya sebagai eufemisme, karena digunakan untuk menggantikan atau menutupi ungkapan lain yang lebih kasar, merugikan, dan tidak menyenangkan.
Eufemisme “tumbuh dewasa terlalu cepat” digunakan untuk meminimalkan rasa sakit yang dirasakan orang tersebut sebagai seorang anak ketika kebutuhannya tidak terpenuhi dengan menggambarkannya dalam bahasa yang tampaknya netral atau bahkan positif. Padahal, tumbuh dewasa terlalu cepat melebihi usia hanyalah gambaran dari pengabaian menjadi kanak-kanak dan menuntut mereka menjaga diri sendiri dengan lebih baik atau bijaksana daripada orang lain. Melansir PsychCentral, Minggu, 8 Oktober, ini terjadi karena dampak berikut ini.
1. Menanggung tanggung jawab yang tidak sesuai
Menjadi orang tua itu perlu belajar bagaimana cara memberikan tanggung jawab sesuai dengan usia anak. Kalau membebani anak dengan tanggung jawab yang lebih dari kapasitasnya, atau lebih dari seharusnya, tidak realistis untuk anak-anak. Ini bisa berdampak pada tumbuhnya kedewasaan yang lebih dini daripada usia idealnya.
Konsekuensi dari mengharapkan anak melakukan suatu tugas tanpa ada yang benar-benar mengajari bagaimana melakukannya, dan dihukum jika gagal. Atau mengharapkan anak menjadi sempurna, dan jika, secara alami, mereka tidak sempurna, mereka kemudian menerima konsekuensi negatif yang keras karenanya. Ini bukan hal yang terjadi sekali saja, tetapi suasana yang terus-menerus membuat anak tidak punya pilihan selain hidup.
2. Percaya bahwa Anda harus selalu kuat
Mempercayai diri harus selalu kuat, mengakibatkan terputusnya kebutuhan dan kadang sampai mengabaikan rasa lelah, lapar, kenyang, depresi, dan sebagainya. Ini merupakan dampak dari dewasa terlalu dini sehingga secara emosional bertindak terlalu protektif dan orang tidak bisa dekat dengan Anda lalu mengarah pada hubungan yang tidak memuaskan.
3. Mempercayai harus melakukannya semua sendiri
Kalau Anda sering melakukan semuanya sendiri dan tidak dapat meminta bantuan, akan sering merasa kesepian, terisolasi, tidak perlu percaya, atau bahwa Anda sendirian melawan dunia. Anda juga sulit mengungkapkan kebutuhan Anda kepada orang lain. Dampak dari dewasa terlalu cepat ini, sampai-sampai tidak bisa meminta bantuan padahal menyadari butuh bantuan orang lain.
4. Tidak berwelas asih pada diri sendiri
Anda tentu mengenali situasi trauma, pelecehan, dan ketidakadilan yang dialami. Tetapi ketika Anda termasuk seseorang yang dewasa terlalu cepat, percaya bahwa menjadi korban, lemah, dan terluka sama sekali tidak dapat diterima. Situasi tersebut menghalangi welas asih dan empati pada diri sendiri. Selanjutnya, ini membuat Anda tidak bisa sepenuhnya menyembuhkan trauma.
5. Berempati pada orang yang menyakiti lebih dari terhadap diri sendiri
Dampak ini mengarah pada hubungan dan lingkungan sosial di mana seseorang mungkin diabaikan seperti saat kanak-kanak. Yaitu lebih berempati terhadap orang yang menyakiti lebih dari terhadap diri sendiri. Ini membuat orang tersebut mustahil menyelesaikan trauma masa kecil karena alasan yang sama. Jadi, penting bagi seseorang untuk terhubung secara emosional dan berempati dengan pengalaman masa kecil tanpa membenarkan orang yang gagal memenuhi kebutuhan Anda.
Baca juga:
Menurut pelatih kesehatan mental dan penulis, Darius Cikanavicius, dampak paling umum dari tumbuh dewasa terlalu cepat, antara lain dapat menyakiti diri sendiri, gila kerja, mencoba menjaga orang lain dan menyenangkan orang lain lebih dari kemampuan, serta memiliki standar yang tidak realistis. Di situasi tersebut, seseorang bisa menanggung tanggung jawab palsu, kecemasan kronis, kurangnya kedekatan dalam hubungan, dan kodependensi.