Memelihara Kucing, Menurut Studi Mampu Mendukung Pengembangan Keterampilan Sosial Anak-anak Autisme
JAKARTA – Mengadopsi hewan peliharaan tentu membutuhkan tanggung jawab agar seluruh kebutuhan hidupnya terjamin, termasuk memelihara kucing. BInatang berbulu nan lucu ini paling favorit untuk jadi peliharaan.
Selain tingkahnya menggemaskan, memelihara kucing juga bermanfaat menurunkan risiko jantung, stres, melepaskan aspek afeksi, dan berdasarkan studi ditemukan bahwa memelihara kucing mampu mendukung pengembangan keterampilan sosial pada anak-anak autisme.
Laporan studi ini diterbitkan dalam Journal of Pediatric Nursing, penelitiannya dilakukan oleh Gretchen K. Carlisle, Rebecca A. Johnson, Ze Wang, Jessica Bibbo, Nancy Cheak-Zamora, dan Leslie A. Lyons dengan tajuk Exploratory Study of Cat Adoption In Families of Children With Autism: Impact on Children Social Skills and Anxiety.
Kucing dapat menjadi teman bernilai bagi anak-anak dengan autisme. Empati pada anak-anak dengan autisme lebih besar dan kecemasan lebih kecil. Ditambah perilaku bermasalah berkemungkinan lebih rendah setelah memelihara kucing.
Dengan adanya kucing di rumah, perubahan lingkungan akan lebih positif dan mampu mengurangi kecemasan anak-anak dan berefek positif pada seluruh anggota keluarga.
Carlisle mengatakan bahwa penelitian mereka membuktikan bahwa kucing dapat menjadi hewan pendamping bagi anak-anak autism spectrum disorder (ASD). Carlisle dari Pusat Penelitian Interaksi Manusia-Hewan di Universitas Missouri ini menemukan bahwa kucing menawarkan sesuatu hal yang unik.
Apabila dibandingkan dengan anjing, kucing tergolong hewan yang lebih tenang. Mereka tidak membutuhkan perawatan ekstra sebab cederung hewan mandiri. Positifnya, kucing tidak terlalu membebani anak-anak dengan ASD beserta keluarganya.
Baca juga:
Penelitian ini melibatkan 15 anak dengan ASD dan keluarganya yang dipilih secara acak. Lima belas keluarga tersebut mengadopsi kucing dari rumah penampungan. Setelah 18 minggu, keluarga yang terbagi dalam dua kelompok. Anak-anak dengan ASD berusia antara 6 hingga 14 tahun.
Pengambilan data dalam penelitian dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada minggu ke 6, 12, dan 18. Penilaian terkait tetang keterampilan sosial dan kecemasan anak.
Dari 10 keluarga yang masih bertahan memelihara kucing, dilaporkan bahwa anak-anak dan keluarganya melaporkan adanya ikatan kuat dengan kucing setelah 2-3 hari diadopsi. Pada minggu kedua, tingkat empati anak meningkat. Minggu sebelumnya perilaku anak ASD yang menekan berkurang. Tingkat hiperaktif juga berkurang.
Para peneliti menunjukkan bahwa kucing memiliki sifat menenangkan dan mengiurangi ledakan amarah, tingkat hiperaktif, serta mengurangi stres keluarga. Carlisle merekomendasikan bahwa kucing yang memiliki sikap tenang lebih memberikan efek positif pada anak-anak ASD.
Meski anak-anak ASD dan keluarga membutuhkan proses perkenalan serta harus diberi tahu dengan benar terkait perawatan hewan lucu dan berbulu ketika mulai mengadopsi, namun manfaatnya sangatlah berharga.