Ekonom Indef Ungkap 3 Dampak Negatif dari Pelarangan Social Commerce, Simak Penjelasannya
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, ada tiga dampak negatif dari pelarangan social commerce.
Hal ini terkait dengan sejak terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 31 tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Pertama, pelarangan social commerce bisa menghambat inovasi. Sebab, ketika satu bisnis model sudah dilarang, inovator-inovator bisnis model berikutnya akan berpikir dua kali untuk melakukan inovasi dan juga akan berpikir berulang kali untuk melakukan investasi di Indonesia.
"Jadi, sebenarnya pelarangan social commerce ini menurut saya itu sinyal yang kurang baik bagi para inovator maupun pelaku usaha di Indonesia, karena mereka sudah investasi uang, tenaga, pikiran untuk menemukan bisnis model yang baru ini, tapi kemudian dilarang. Ini menjadi perhatian tentunya bagi para pelaku usaha dan inovator lainnya untuk nanti menemukan model bisnis baru," kata Ekonom Indef Izzudin Al Farras Adha dalam Diskusi Publik bertajuk 'Larangan Transaksi Social Commerce, Tepatkah?' secara virtual, Selasa, 3 Oktober.
Farras menilai, di era ekonomi digital saat ini pasti akan selalu ada bisnis model yang baru, sehingga masyarakat harus bisa beradaptasi dengan hal tersebut.
"Termasuk yang kami rasakan pada banyak hari ini di berbagai sektor maupun subsektor ekonomi digital, itu banyak sekali yang baru," ujarnya.
Kedua, dampak dari pelarangan social commerce ini adalah pasar tradisional atau offline yang tidak akan kembali ramai dikunjungi masyarakat.
Sebab, masyarakat itu masih bisa berbelanja atau bertransaksi melalui e-commerce yang sudah banyak di Indonesia.
"Jadi, tidak otomatis pelarangan social commerce itu membuat masyarakat berbondong-bondong kembali berbelanja di pasar tradisional atau offline," ucap dia.
Dampak ketiga atau terakhir adalah industri live shopping dan bisnis studio live selling akan terus berkembang.
"Meskipun ada pelarangan social commerce, saya melihat live shopping ini akan terus berkembang, bagaimana bisa berkembang? Setidaknya ada tiga hal," tutur Farras.
Baca juga:
Ketiga hal tersebut di antaranya, desain studio yang bisa diatur ulang sedemikian rupa sesuai kategori produk dan identitas merek dari produk tersebut, lalu adanya fasilitas penunjang live streaming, contohnya keberadaan internet yang lancar dan perangkat Open Broadcaster Software (OBS) yang bisa meningkatkan kualitas video, set pencahayaan yang lengkap, dan berbagai peralatan syuting lainnya.
Kemudian, integrasi atau promosi layanan antara studio dengan paltform e-commerce akan memudahkan perusahaan untuk memasarkan produknya di platform-platform tersebut.