Jaksa Terbitkan Status DPO Tersangka Penggelapan Dana Nasabah BPR NTB
MATARAM - Kejaksaan menerbitkan status daftar pencairan orang (DPO) untuk tersangka kasus dugaan penggelapan dana nasabah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat (PD BPR NTB) yang berada di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Debi menerangkan pihaknya menerbitkan DPO untuk tersangka berinisial IS atas dasar mangkir dari panggilan penyidik.
"Setelah tiga kali panggilan secara patut, yang bersangkutan tidak juga hadir. Karena itu, terhadap tersangka IS kami terbitkan DPO," kata Debi dikutip ANTARA, Senin, 2 Oktober.
Dengan adanya penetapan status DPO tersangka IS, dia mengatakan pihaknya telah meneruskan informasi tersebut kepada Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung.
"Harapannya dengan menerbitkan status DPO ini, tersangka yang kabarnya sekarang berada di luar negeri dapat segera ditemukan," ujarnya.
Dalam penanganan, kejaksaan menetapkan dua tersangka. Selain IS yang merupakan mantan staf pencairan dana dan kredit pada PD BPR NTB cabang Sape, jaksa menetapkan pria berinisial AR, mantan pegawai PD BPR NTB yang sebelumnya bertugas sebagai penerima setoran.
Baca juga:
- Bursa Cawapres Ganjar, PPP 'Pede' Nama Sandiaga Masih di Atas Mahfud MD dan Khofifah
- Kejagung Bakal Jemput Paksa Nistra Yohan dan Sadikin, Penerima Aliran Dana BTS ke Komisi I dan BPK
- Polres Aceh Besar Selidiki Temuan Kerangka Manusia dalam Drum
- Honorer Pemprov Kepri Pembunuh WN Singapura Ditangkap, Pelaku Kesal Tak Jadi Dipinjamkan Uang
Dalam berkas perkara, keduanya diduga terlibat dalam penggelapan uang setoran nasabah, baik dalam bentuk tabungan, deposito, maupun kredit.
Modus tersangka melakukan aksi penggelapan dengan cara mengambil uang setoran nasabah tanpa mencatat dalam dokumen pembukuan. Uang setoran diduga dinikmati oleh kedua tersangka.
Untuk menutupi modus tersebut, kedua tersangka menyerahkan tanda bukti setoran asli dari PD BPR NTB kepada para nasabah.
Modus itu terungkap pada 2018 dengan kerugian mencapai Rp1 miliar. Pihak kejaksaan pun menangani kasus ini terhitung sejak 2019.