Bagikan:

MATARAM - Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim agar menjatuhkan pidana hukuman 5 tahun 6 bulan penjara untuk terdakwa korupsi dana nasabah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat (PD BPR NTB) Cabang Sape, A. Rasyid.

"Meminta agar majelis hakim hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa A. Rasyid dengan pidana penjara selama 5,5 tahun penjara," kata Catur Hidayat Putra membacakan materi tuntutan terdakwa A. Rasyid di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram dilansir ANTARA, Rabu, 21 Februari.

Jaksa dalam tuntutan turut meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti.

Selain pidana pokok, jaksa meminta majelis hakim agar membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp499 juta subsider 2 tahun dan 9 bulan penjara.

Jaksa mengajukan tuntutan demikian dengan menyampaikan sejumlah pertimbangan, salah satunya bahwa terdakwa terungkap pernah menjalani pidana hukuman.

Jaksa turut menyatakan bahwa perbuatan terdakwa sebagai pegawai PD BPR NTB Cabang Sape dalam jabatan penerima setoran nasabah telah terbukti menggelapkan uang setoran nasabah, baik dalam bentuk tabungan, deposito, maupun kredit.

Dari fakta persidangan, jaksa turut menyampaikan bahwa terdakwa telah mengakui perbuatan menggelapkan dana nasabah bersama seorang pria berinisial IS yang berperan sebagai staf pencairan dana dan kredit pada PD BPR NTB Cabang Sape.

Terdakwa bersama IS menjalankan modus dengan mengambil uang setoran nasabah tanpa mencatat dalam dokumen pembukuan.

Untuk menutupi modus tersebut, terdakwa bersama IS menyerahkan tanda bukti setoran asli dari PD BPR NTB kepada para nasabah. Perbuatan yang terungkap dalam fakta persidangan ini berjalan pada periode 2014 hingga 2017.

Selain menguraikan pengakuan terdakwa dalam fakta persidangan, jaksa turut mempertimbangkan upaya pemulihan kerugian sejak muncul temuan dari PD BPR NTB Cabang Sape dengan nilai total Rp57 juta.

Namun, adanya pemulihan itu tidak dikuatkan dengan dokumen sah, melainkan hanya melalui keterangan saksi di persidangan.

Dengan menguraikan hal tersebut, jaksa menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan primer penuntut umum.

Dakwaan primer ini berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.