Sebanyak 100 Ribu Nakes Gagal Divaksin, Ada Apa?

JAKARTA - Program vaksinasi COVID-19 tahap pertama bagi tenaga kesehatan (nakes) masih berjalan. Dari target 1,5 juta orang, jumlah tenaga kesehatan yang telah divaksinasi mencapai sekitar 900 ribu orang.

Ternyata, dari program vaksinasi kelompok prioritas yang telah berjalan, ada sekitar 100 tenaga kesehatan batal menerima suntikan vaksin dengan merek Sinovac tersebut.

Menteri Kesehatan Budi Karya Sumadi menuturkan, tenaga medis yang batal menerima vaksinasi ini disebabkan mereka menunjukkan ciri-ciri orang yang pernah menjadi penyintas COVID-19.

"Sebanyak 100 ribu tenaga kesehatan itu kita bisa tunda penyuntikannya karena kekebalannya masih ada," kata Budi dalam konferensi pers virtual, Minggu, 7 Februari.

Selain itu, sejumlah tenaga kesehatan yang batal divaksinasi juga disebabkan karena tekanan darahnya tinggi saat pemeriksaan kesehatan sebelum menerima vaksin COVID-19.

"Yang juga kita amati, ternyata banyak rakyat kita yang darah tinggi juga, sehingga tidak bisa diberikan suntikan vaksinasi pada saat itu," ucapnya.

Kemudian, ada juga sekitar 11.600 tenaga kesehatan yang belum menerima vaksinasi sampai saat ini karena masuk dalam kelompok usia lansia atau di atas 60 tahun. Namun, mulai hari ini kelompok lansia sudah boleh menerima vaksin Sinovac.

Sebelumnya, izin kedaruratan atau emergency use authorization pada vaksin Sinovac yang terbit pada 11 Januari lalu ditujukan kepada kelompok usia di atas 18 sampai 59 tahun. 

Sampai akhirnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan izin kedaruratan atau emergency use authorization (EUA) terhadap vaksin Sinovac untuk disuntikkan kepada lansia.

Kepala BPOM Penny K. Lukito menjelaskan alasan pihaknya mengeluarkan izin kedaruratan vaksin Sinovac untuk disuntikkan kepada lansia karena hampir separuh angka kematian COVID-19 merupakan kategori lansia.

"Kelompok lansia menduduki porsi yang cukup tinggi relatif lebih tinggi yaitu sekitar 47,3 persen. Ini menjadi keharusan tentunya bagi pemerintah untuk menetapkan pemberian penggunaan vaksin yang tersedia untuk juga diberikan kepada kelompok lansia," jelas Penny.

Izin kedaruratan Sinovac untuk lansia dikeluarkan pada tanggal 5 Februari. Hal ini didasarkan pada laporan hasil uji klinis di Brasil dan China. Uji klinis fase 3 di Brasil melibatkan subjek lansia sebanyak 600. Hasilnya, pemberian vaksin ini pada kelompok usia 60 tahun ke atas menyatakan vaksin aman tidak ada efek samping berupa kematian, atau efek samping serius yang dilaporkan. 

Sementara, uji klinis fase 2 di China melibatkan subjek lansia sebanyak sekitar 400 orang. Hasilnya,  menunjukkan bahwa vaksin Sinovac yang diberikan 2 dosis dengan jarak antar dosis 28 hari menunjukkan hasil imunogenisitas yang baik. Lalu, ada peningkatan kadar antibodi setelah 28 hari pemberian dosis kedua, sebesar 97,96 persen.

Divaksin tak perlu khawatir 

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M. Fiqih meminta para tenaga kesehatan tak khawatir dan mau disuntik vaksin COVID-19. Sebab, setelah dua kali menerima vaksinasi dirinya tak merasakan efek samping yang lantas mengganggu kesehatan.

"Saya sudah mewakili ikatan dokter, kawan-kawan mewakili bidan, perawat, apoteker, dan lain-lain jadi kawan-kawan tenaga kesehatan tidak perlu khawatir karena alhamdulillah efek samping yang saya rasakan itu minimal sekali," kata Daeng setelah menerima vaksin COVID-19 yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 27 Januari.

Adapun efek samping yang dia rasakan hanyalah pegal di bagian tangan yang disuntik. Namun, hal ini hanya berlangsung lima jam setelah waktu penyuntikan.

Dia meyakinkan vaksinasi COVID-19 perlu untuk dilakukan oleh tenaga kesehatan karena memiliki risiko mengalami penularan yang cukup tinggi. Sehingga, jika masih ada tenaga kesehatan kesulitan dalam proses pendaftaran nantinya IDI akan siap membantu.