Studi Ungkap Semut Api Invasif Sudah Sampai Eropa Akibat Pemanasan Global
JAKARTA - Semut api merah, salah satu spesies paling invasif terburuk di dunia telah ditemukan di Eropa dan membangun koloni di sana akibat pemenasan global, menurut sebuah studi.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah 'Current Biology', semut api merah telah membentuk populasi dewasa di Sisilia, Italia, seperti melansir Euronews 12 September.
Studi itu memperingatkan, akibat pemanasan global, semut dapat menyebar ke seluruh benua. Iklim di separuh wilayah perkotaan di Eropa dikatakan sudah cocok untuk spesies ini.
Semut api sebelumnya telah didokumentasikan pada produk-produk di Spanyol, Finlandia dan Belanda tetapi tidak di alam liar seperti yang terlihat di Sisilia, di mana 88 sarang telah ditemukan.
Penduduk setempat di dekat Kota Syracuse, Sisilia elah melaporkan seringnya sengatan semut api sejak tahun 2019.
Analisis genetik terhadap semut yang ditemukan di daerah tersebut menunjukkan, mereka mungkin berasal dari Amerika Serikat bagian selatan, Tiongkok daratan, atau Taiwan.
Tidak jelas bagaimana atau kapan spesies ini masuk ke wilayah tersebut, namun mungkin melalui pelabuhan kargo Augusta di dekatnya.
Para peneliti menemukan, semut dapat berkembang biak di 7 persen wilayah Eropa dan Mediterania dalam kondisi lingkungan saat ini. Kawasan pertanian merupakan wilayah yang paling berisiko, sementara separuh wilayah perkotaan yang diteliti memiliki kondisi yang sesuai.
Dari jumlah tersebut, kota-kota pesisir Mediterania dengan koneksi pelabuhan utama adalah yang paling berisiko.
Proyeksi di masa depan menunjukkan, lingkungan Eropa kemungkinan besar akan menjadi lebih cocok bagi semut seiring dengan memanasnya iklim.
Para peneliti menyarankan bahwa deteksi dan tindakan dini adalah kunci dalam mengelola ancaman baru ini. Pelaporan warga mengenai sengatan dan sarang, dapat membantu melacak penyebaran semut.
Semut ini dikatakan dapat berdampak buruk dan merugikan terhadap keanekaragaman hayati, tanaman pangan dan kesehatan manusia. Sifat agresifnya membuat semut api biasanya menjadi dominan ketika memasuki wilayah baru.
Artinya, mereka dapat menghancurkan populasi semut asli dan menghancurkan tanaman asli. Mereka juga mempunyai sengatan berbisa yang dapat membunuh atau melukai katak, kadal dan mamalia kecil.
Semut juga dapat menyengat orang sehingga menyebabkan area publik seperti taman tidak aman bagi anak-anak. Mereka juga dapat menyebabkan reaksi alergi yang mengancam jiwa pada sebagian kecil orang yang bereaksi terhadap racunnya.
Selain itu, melalui predasi, kompetisi, dan sengatan, mereka juga diketahui berdampak pada burung dan ikan.
Selain mendatangkan malapetaka pada ekosistem dan keanekaragaman hayati setempat, semut api juga dapat merusak tanaman dan menyerang peralatan listrik.
Mereka adalah spesies invasif kelima yang 'paling mahal' di dunia, dengan biaya kerusakan dan perbaikan hampir 20 miliar euro antara tahun 1970 dan 2017, menurut perkiraan yang diterbitkan dalam jurnal 'Nature' pada tahun 2021.
Baca juga:
- Menhan Shoigu Sebut Rusia Tengah Mengembangkan Kapal Selam, Drone Bawah Air hingga Sistem Robotik Baru
- Sempat Hilang Selama Tiga Minggu di Bandara Amerika Serikat, Anjing Turis Dominika Ini Berhasil Ditemukan
- Deretan Supercar Kepolisian Dubai Bertambah, Giliran 100 Unit Audi RS versi Listrik Bergabung
- Badak Serang Dua Petugas Kebun Binatang Salzburg: Satu Tewas, Seorang Lainnya Luka Parah
Hewan dengan nama latin Solenopsis invicta asal Amerika Selatan ini, termasuk dalam 100 spesies asing invasif terburuk, menurut Global Invasive Species Database.
Dalam waktu kurang dari satu abad, mereka telah menyebar ke berbagai wilayah dunia, baik melalui perantara manusia, tanah, jerami, mulsa, hingga bahan bangun.
Menariknya, sejauh ini Selandia Baru adalah satu-satunya negara yang berhasil membasmi semut invasif ini.