Tantrum pada Anak Usia 2 Tahun, Kenali Faktanya dan Cara Mengatasi
YOGYAKARTA – Tantrum pada anak usia 2 tahun, kerap membuat orang tua frustasi. Jangan dulu, sebelum amukan ini membuat Anda frustasi, kenali dulu faktanya dan siapkan amunisi untuk mengatasi bahkan mencegahnya terjadi.
Tantrum adalah badai emosi yang intens, biasanya didorong kemarahan, kehilangan, kekecewaan, dan frustasi yang mendalam. Pada balita usia 2 tahun, ledakan emosi bisa menyebabkan tangis kencang, meronta, menjerit, menghentakkan kaki, menendang, menggigit, melempar barang, hingga memukul orang terdekatnya. Faktanya, melansir Parenting for Brain, Selasa, 12 September, ada dua jenis tantrum.
Pertama, jenis tantrum luapan emosi yang tidak melulu tentang upaya mengontrol atau memanipulasi orang tua supaya keinginannya dituruti. Kehancuran emosi ini, terjadi ketika bagian emosi di limbik otak terlalu terangsang lalu mengambil alih kendali berpikir pada pre-frontal cortex. Semua anak rentan terhadap kondisi ini, bahkan orang dewasa pun kadang juga mengalaminya. Bagi balita muda usia 2-3 tahun, mereka tidak bisa bernalar atau memanipulasi. Mereka cenderung mengalami kehancuran emosi saat sedang kesal.
Kedua, jenis tantrum yang disebut tantrum Little Nero yang terjadi akibat dari pembelajaran terkait. Ini disebut tantrum non emosional, namun bisa juga memicu kehancuran emosi kalau tidak terkendali.
Tantrum pada balita adalah perilaku alami anak. Biasanya diakibatkan oleh kebutuhan atau keinginan yang tidak terpenuhi. Mereka lebih mungkin muncul pada masa balita karena saat itulah mereka mulai menyadari bahwa mereka terpisah dari orang tuanya dan ingin mencari kemandirian, namun mereka tidak bisa. Dalam usia masa perkembangan ini, otak mereka masih berkembang. Meski mereka berusaha keras untuk mandiri, tetap saja masih sangat terbatas. Jadi mereka membutuhkan perhatian dari orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Penting dipahami, anak usia 2 tahun yang tantrum bukan karena manja. Mereka kadang mengalaminya karena ada kekacauan besar dalam hatinya dan tidak disadari ortu. Maka saat mereka baru belajar jalan, ingin tahu banyak hal disekitarnya, namun mereka belum memiliki keterampilan motorik untuk mendapatkan yang mereka inginkan. Selain itu, tantrum juga dipengaruhi kekurangan kosakata untuk mengekspresikan diri. Ini meningkatkan amukan dan frustasi mereka.
Baca juga:
Cara terbaik untuk mengatasi tantrum adalah dengan mengajak dan membersamainya belajar keterampilan mengelola stres dan bersikap asertif. Mereka perlu diajarkan mengkomunikasikan emosinya dengan bahasa yang tepat. Mereka juga perlu diajarkan mengenali jenis emosi. Orang tua juga perlu ‘membaca’ emosi anak lewat perubahan perilaku. Dengan begitu, ortu bisa membantu buah hati mungilnya mengelola emosi, bukan menghentikannya. Karena menghentikan tantrum tanpa dorongan dari dalam diri mereka, justru akan berpengaruh buruk pada cara mereka mengelola emosi secara mendiri.