Ketika Luhut Menganggap 'Enteng' Target Investasi Jokowi
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menargetkan investasi yang masuk ke Indonesia di 2021 ini sebesar Rp900 triliun. Target ini jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang ditetapkan yakni sebesar Rp817,2 triliun. Meski begitu, target ini dinilai tak sulit untuk dicapai.
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan optimistis target investasi yang dinaikkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun ini akan tercapai. Sebab, realisasi investasi di tahun 2020 bahkan melampaui target.
Adapun realisasi investasi 2020 mencapai Rp826,3 triliun dari target yang telah ditetapkan yakni sebesar Rp817,2 triliun. Artinya, capaian realisasi investasi dari Januari hingga Desember 2020 adalah 101,1 persen dari target, dan tumbuh 2,1 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
"Apakah ini nanti bisa (capai target investasi) Rp900 triliun? Saya kira tidak terlalu sulit untuk menambah Rp70 triliun. Saya pikir ini angka sangat realistis untuk dicapai," katanya, dalam acara Dialog Special: Tantangan dan Optimisme Investasi 2021, Jakarta, Rabu, 3 Februari.
Meskipun saat ini perekonomian Indonesia mengalami perlambatan akibat pandemi COVID-19, namun target tersebut dinilai cukup realistis. Kata Luhut, salah satunya berkat program hilirisasi yang dilakukan pemerintah sejak enam tahun lalu akan memberikan dampak yang besar bagi Indonesia saat ini.
Buktinya, kata dia, Indonesia sedang melakukan finalisasi perjanjian dengan beberapa perusahaan asing. Seperti perusahaan baja asal China Tsingshan dan China’s Contemporary Amperex Technology (CATL) dengan Freeport akan menandatangani kerja sama.
Adanya kesepakatan tersebut, Luhut memastikan untuk tiga tahun ke depan nilai investasi bisa mencapai hingga 30 miliar dolar AS.
"Bisa itu sangat bisa (tercapai target investasi yang dinaikkan Jokowi). Kemudian, CATL sudah signing 10 miliar dolar AS, dan juga nanti Wayo, Tsingshan dengan Freeport akan sign 2,8 miliar dolar AS untuk smelter," ujarnya.
Tak asal tarik investor
Luhut mengatakan pemerintah tak asal menarik investasi masuk ke dalam negeri. Untuk menjamin kualitas investor yang masuk, pemerintah memberikan beberapa syarat yang harus dipenuhi para investor sebelum berinvestasi di Indonesia.
Syarat tersebut, kata Luhut, akan memberikan keuntungan kepada Indonesia. Tak hanya itu, syarat ini disusun pemerintah dengan tetap memerhatikan kelangsungan hidup masyarakat sekitar di daerah investasi.
Salah satu syarat yang diajukan oleh pemerintah kepada calon investor berkaitan dengan lingkungan hidup. Kata Luhut, isu lingkungan penting untuk memastikan dan menjaganya dari kerusakan.
"Jadi investor yang datang ke Indonesia tidak sembarangan. Seperti investor memberikan teknologi kelas satu, bukan teknologi abal-abal karena pakai lingkungan. Ini tanggung jawab kepada anak cucu kita jangan sampai salah buat teknologi akhirnya lingkungan rusak korban pertama anak cucu kita," ujarnya.
Luhut mengatakan, pemerintah juga memberikan syarat harus ada transfer teknologi. Investor tidak boleh membawa teknologinya dan harus mendidik anak-anak Indonesia.
"Maka itu, anak-anak kita harus bisa menguasai teknologi tinggi yang ada di situ," jelasnya.
Kemudian, kata dia, harus dilakukan business to business (b-to-b). Hal ini menjadi penting sehingga utang Indonesia tidak bertambah karena adanya sistem BTB tersebut.
Luhut berujar, syarat terakhir yang harus dipenuhi calon investor adalah menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja Indonesia dalam setiap proyek.
"Tentu 3 sampai 4 tahun ke depan kita belum bisa kuasai teknologinya dilakukan training. Maka itu mestinya orang Indonesia tidak dampak negatif mengenai tadi," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mencatat realisasi investasi sepanjang tahun 2020 mencapai Rp826,3 triliun dari target yang telah ditetapkan yakni sebesar Rp817,2 triliun.
"Artinya ada kenaikan kurang lebih sekitar Rp9 triliun dari target (Rp817,2 triliun), jadi ada kenaikan," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 25 Januari.
Adapun capaian realisasi investasi dari Januari hingga Desember 2020 adalah 101,1 persen dari target, dan tumbuh 2,1 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Bahlil menceritakan, pencapaian tersebut sekaligus menjawab keraguan sejumlah pihak bahwa realisasi investasi di sepanjang 2020 akan tersungkur akibat pandemi COVID-19 berkepanjangan.
Lebih lanjut, kata Bahlil, bahkan pada saat awal pandemi masuk ke Tanah Air, beberapa kelompok asosiasi meramalkan realisasi investasi BKPM tidak mungkin lebih dari Rp700 triliun.
"Alhamdulillah stimulus itu kemudian membuat BKPM semua pada tertawa, dan hasilnya Rp826 triliun. Perlu saya sampaikan, hidup itu jangan terlalu pesimis. Ada masalah, tapi jangan dihadapi dengan pesimistis," tuturnya.
Sementara itu, realisasi khusus pada kuartal IV 2020 adalah Rp214,7 triliun, naik 2,7 persen dibandingkan kuartal sebelumnya, dan naik 3,1 persen dari kuartal yang sama tahun 2019.
Secara rinci, realisasi investasi sepanjang 2020 tersebut tersebar dalam dua sub investasi. Pertama, penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp413,5 triliun atau setara 50,1 persen dari total realisasi investasi.
Kedua, kata Bahlil, penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) senilai Rp412,8 triliun, sama dengan 49,9 persen dari pencapaian penanaman modal tahun lalu.
Adapun secara tahunan realisasi investasi dari PMDN tumbuh 7 persen secara tahunan (yoy) dari tahun 2019 yang membubukan Rp386,5 triliun.
Berdasarkan sektor usaha, PMDN didominasi oleh sektor transportasi, gudang, telekomunikasi sebanyak 19,5 persen dari total PMDN atau setara Rp20,2 triliun. Kemudian disusul oleh sektor konstruksi sejumlah Rp19,3 triliun atau setara 18,6 persen.
Lalu, perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp15,5 triliun atau setara 14,9 persen. Kemudian, listrik, gas, dan air Rp9,3 triliun atau setara 9 persen. Industri kimia dan farmasi Rp8,7 triliun atau sebesar 8,4 persen, dan sektor lainnya Rp30,6 triliun atau setara 29,6 persen.
Nilai investasi tersebut tersebar di beberapa lokasi, catatan BKPM sepuluh provinsi paling banyak mendapatkan PMDN antara lain Jawa timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Utama, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau.
"Ini pertama dalam sejarah, peran PMDN sangat berguna. PMDN menjadi benteng pertahanan investasi di era pandemi," tuturnya.