Usai Sidang Perdana, Sri Suzana Terdakwa Korupsi Alat Metrologi Disperindag Dompu Masih Berstatus Tahanan Kota

MATARAM - Pengadilan Negeri (PN) Mataram memperpanjang penahanan Sri Suzana, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat metrologi dan sarana lainnya di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Dompu. Sri berstatus tahanan kota.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Mataram Mukhlasuddin saat sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terdakwa Sri Suzana di PN Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat 1 September.

"Terdakwa Sri Suzana tidak ditahan dan hanya menjadi tahanan kota oleh jaksa penuntut umum (JPU), jadi kita (majelis hakim) hanya melanjutkan saja," katanya.

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa Sri Suzana disebutkan berperan sebagai Kepala Disperindag Dompu menggantikan pejabat sebelumnya, Muhammad, saat program pengadaan barang yang terindikasi korupsi berjalan pada tahun 2018.

Secara otomatis, terdakwa Sri Suzana dalam jabatan tersebut bertugas menggantikan Muhammad sebagai pengguna anggaran untuk pelaksanaan pengadaan alat metrologi yang menggunakan dana alokasi khusus dari Kementerian Perdagangan sebesar Rp1,5 miliar.

Namun, terdakwa Sri Suzana dalam tugas sebagai pengguna anggaran tidak menjalankan aturan untuk menunjuk pejabat pembuat komitmen (PPK), melainkan turut mengambil alih tugas tersebut.

Sebagai pengguna anggaran, jaksa dalam dakwaan menguraikan adanya persekongkolan antara terdakwa Sri Suzana dengan bawahannya, Iskandar yang lebih dahulu mendapatkan amanah dari Muhammad sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).

Persekongkolan itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab terdakwa Sri Suzana sebagai pengguna anggaran. Sri Suzana terungkap meminta Iskandar sebagai PPTK untuk menyusun dokumen rencana pelaksanaan pengadaan berupa spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), dan kerangka acuan kerja.

Iskandar yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini terungkap menyusun dokumen kelengkapan tersebut tidak sesuai ketentuan, salah satunya dalam menetapkan nilai HPS tanpa survei dan komunikasi secara langsung kepada distributor barang.

Dalam dakwaan, terdakwa Iskandar turut terungkap meminta bantuan menantunya bernama Guntur Gunawan yang tercatat sebagai ASN pada Pemerintah Kabupaten Dompu untuk menyusun HPS.