Uni Eropa Tolak Kudeta Militer di Gabon, Tapi Singgung Kecurangan Pemilu

JAKARTA - Uni Eropa menolak perebutan kekuasaan secara paksa di Gabon dan menyerukan agar semua pihak menahan diri, kata Kepala Kebijakan Luar Negeri blok tersebut, Josep Borrell, tapi juga menyinggung soal kecurangan Pemilu dalam sebuah pernyataan Hari Kamis.

"Tantangan yang dihadapi Gabon harus diselesaikan sesuai dengan prinsip-prinsip supremasi hukum, tatanan konstitusional dan demokrasi," kata Borrell, melansir Reuters 31 Agustus.

"Perdamaian dan kemakmuran negara ini, serta stabilitas regional, bergantung padanya," lanjutnya.

Ia menambahkan, Uni Eropa memiliki "keprihatinan serius" mengenai bagaimana pemilihan presiden yang mendahului kudeta ini diorganisir dan dilaksanakan.

"Ada kudeta militer dan kudeta institusional, di mana Anda tidak perlu mengangkat senjata, tetapi jika saya mencurangi pemilu untuk merebut kekuasaan, itu juga merupakan cara yang tidak wajar untuk melakukannya," urainya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah perwira militer senior yang tampil di saluran televisi Gabon 24 mengatakan hasil pemilu dibatalkan, semua perbatasan ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut dan lembaga-lembaga negara dibubarkan.

Para prajurit memperkenalkan diri mereka sebagai anggota Komite Transisi dan Pemulihan Institusi. Adapun lembaga-lembaga negara yang mereka nyatakan dibubarkan antara lain pemerintah, senat, majelis nasional, mahkamah konstitusi dan lembaga pemilu.

Perwira militer senior Gabon mengumumkan telah menempatkan Presiden Ali Bongo Ondimba dalam tahanan rumah, seiring dengan perebutan kekuasaan yang mereka lakukan usai petahana tersebut memenangkan masa jabatan ketiga, menunjuk pemimpin sementara dari kalangan mereka selama masa transisi.

Mereka juga mengatakan telah menangkap putra presiden, Noureddin Bongo Valentin dan sejumlah orang lainnya karena korupsi dan makar.

Dalam beberapa jam, para jenderal bertemu untuk membahas siapa yang akan memimpin transisi dan menyetujui dengan suara bulat untuk menunjuk Jenderal Brice Oligui Nguema, mantan kepala pasukan pengamanan presiden (Paspampres) Gabon, menurut pidato lain yang disiarkan televisi.

Ketegangan meningkat di Gabon di tengah kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan setelah pemilihan presiden, parlemen dan legislatif pada Hari Sabtu, yang menyaksikan Bongo berusaha untuk memperpanjang kekuasaan keluarganya yang telah berlangsung selama 56 tahun.

Sementara, pihak oposisi Gabon mendorong perubahan di negara yang kaya akan minyak dan kakao namun miskin dan sering dilanda bencana tersebut.

Kurangnya pemantau internasional, penangguhan beberapa siaran luar negeri, dan keputusan pemerintah untuk memutus layanan internet serta memberlakukan jam malam secara nasional setelah pemilu, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi proses pemilu.