Kriteria Rumah Tidak Layak Huni, Bukan Hanya dari Segi Bangunan
YOGYAKARTA - Setiap orang pastinya ingin memiliki rumah idaman yang nyaman ditinggali keluarga. Namun masih banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di rumah tidak layak huni (RTHL). Meski rumah Anda dari luar terlihat baik-baik saja, tapi bisa saja terdapat kriteria rumah tidak layak huni pada hunian Anda.
Pada tahun 2021, tercatat ada sebanyak 39,1% rumah tangga di Indonesia yang tidak layak huni. Sampai saat ini pemerintah terus berupaya mengatasi permasalahan rumah tidak layak huni di berbagai daerah, sebagaimana Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 13/PRT/M/2016 Tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya.
Faktor yang membuat sebuah rumah disebut layak huni atau tidak bukan hanya dari struktur bangunannya. Namun penilaian juga dilihat dari faktor fasilitas pendukung hingga luas bangunan. Lantas apa saja kriteria rumah tidak layak huni yang harus dipahami oleh masyarakat.
Apa Itu Rumah Tidak Layak Huni?
Rumah yang tidak memenuhi standar keamanan bangunan, ukuran minimum yang cukup, dan kesehatan penghuni dikenal sebagai Rumah Tidak Layak Huni atau disingkat sebagai RTLH. Di sisi lain, rumah dianggap layak huni ketika memenuhi standar keamanan bangunan, ukuran minimum yang memadai, dan kesehatan penghuni sesuai dengan penjelasan yang diberikan dalam Pasal 24 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pengguna (UU PKP).
Definisi alternatif dari RTLH adalah sebuah tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat baik dari segi fisik maupun mental. Persyaratan fisik melibatkan kemampuan rumah untuk memberikan tempat perlindungan bagi penghuninya, sementara dari segi mental, rumah tersebut mampu memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
Kriteria Rumah Tidak Layak Huni
Berikut ini beberapa kriteria rumah tidak layak huni yang perlu Anda tahu. Informasi bisa menjadi wawasan atau acuan saat Anda akan membeli properti atau hunian baru.
Pondasi Bangunan Tidak Kokoh
Kriteria pertama dari rumah yang tidak memenuhi syarat layak huni adalah memiliki pondasi bangunan yang rentan. Pada umumnya, rumah satu lantai seharusnya memiliki pondasi yang mencapai kedalaman lebih dari 45 cm di bawah permukaan tanah sebagai standar yang optimal.
Idealnya pondasi rumah perlu dihubungkan dengan balok atau sloof untuk memberikan kekuatan tambahan dalam menahan berat konstruksi, sehingga aman dari ancaman bencana alam seperti gempa bumi. Rumah yang berdiri di atas tanah dengan kemiringan atau karakter lembek juga termasuk dalam kriteria RTLH.
Material yang Digunakan Tidak Berkualitas
Faktor lain yang mempengaruhi kriteria rumah tidak layak huni yakni dari bahan yang digunakan dalam konstruksinya. Apakah bahan tersebut mudah terbakar, mudah retak, memiliki masalah kebocoran, atau mengancam kesehatan serta keselamatan penghuninya?
Material yang rentan dengan risiko-risiko di atas yaitu bambu, kayu, asbes, PVC, hingga penggunaan bahan seperti jerami dan ijuk. Jika masih menggunakan jenis bahan seperti itu maka disimpulkan bahwa rumah tersebut belum memenuhi standar yang telah diatur oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 13/PRT/M/2016.
Luas Minimum Ruangan Tidak Terpenuhi
Hunian yang sesuai standar layak huni sebaiknya memiliki ruang dengan ukuran minimal 7,2 hingga 12 meter persegi per orang. Jika terdapat empat orang yang tinggal dalam satu hunian, maka ukuran minimal rumah tersebut yakni seluas 28,8 meter persegi.
Sirkulasi Cahaya dan Udara Kurang Baik
Agar dapat dikategorikan sebagai hunian yang layak, setidaknya 10 persen dari area ruangan harus menerima cahaya alami dan 5 persen harus dialokasikan untuk jalur sirkulasi udara.
Apabila proporsinya kurang dari angka tersebut, maka kualitas sirkulasi udara dan pencahayaan di dalam rumah dianggap rendah atau kurang baik. Posisi rumah sebaiknya juga menghadap ke arah timur atau barat agar sejalan dengan arah matahari, sehingga mendapatkan pencahayaan alami.
Fasilitas Dasar Tidak Terpenuhi
Selain aspek konstruksi dan jenis material, ketersediaan fasilitas mendasar juga masuk dalam kriteria rumah layak huni atau tidak. Fasilitas dasar ini mencakup utilitas, rangkaian listrik, serta akses terhadap pasokan air bersih di dalam rumah.
Minimal, sebuah hunian diharapkan memiliki pasokan daya listrik sekitar 450 VA. Sehubungan dengan pasokan air, idealnya daerah perumahan tersebut harus terhubung dengan jaringan air bersih PDAM atau memiliki alternatif sumber air bersih seperti sumur. Selain itu, airnya harus jernih, tidak memancarkan aroma menyengat, dan tidak berasa aneh.
Baca juga:
Lingkungan dan Kondisi Hunian Tidak Sehat
Aspek lingkungan dan kondisi tempat tinggal juga dapat menjadi penilaian utama dalam menentukan apakah rumah tersebut termasuk hunian yang layak atau tidak. Apakah rumah tersebut mampu menjamin kesehatan dan keselamatan penghuninya dalam jangka panjang?
Apabila rumah terletak di daerah yang sering terkena banjir, maka rumah tersebut akan dianggap tidak layak huni. Selain pertimbangan tersebut, pastikan pula bahwa lingkungan rumah aman dan minim risiko kriminalitas.
Demikianlah beberapa kriteria rumah tidak layak huni (RTHL) yang harus diketahui oleh masyarakat. Untuk mengatasi masalah hunian tidak layak huni, pemerintah melalui Kementerian PUPR telah menjalankan sejumlah program berkaitan dengan penyediaan maupun subsidi pembelian properti.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.