Kawasan Perkotaan kian Padat, Pembangunan Hunian Vertikal Harus Diakselerasi
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengajak para pemangku kepentingan bidang perumahan untuk membangun hunian vertikal sebagai tempat tinggal, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah di perkotaan.
Hal ini mengingat semakin padatnya kawasan perkotaan sehingga memerlukan solusi yang tepat dan cepat agar menjadi perumahan lebih layak dan nyaman untuk dihuni.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan, Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Pertumbuhan penduduk mendorong urbanisasi serta tumbuhnya kota kecil dan sedang di seluruh Indonesia.
Sedangkan, untuk kota-kota besar dan daerah peri urban akan membentuk mega urban, yang mana pada 2045, masyarakat yang tinggal di perkotaan meningkat menjadi 72,8 persen. Diperkirakan hampir 90 persen penduduk Jawa tinggal di perkotaan.
"Program dan dukungan yang telah dilakukan dalam akselerasi pembangunan hunian vertikal atau rumah susun (rusun) merupakan salah satu kunci dalam menanggulangi urban sprawl atau perluasan kota yang belum terkontrol dan salah satu solusi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," kata Iwan melalui keterangan resminya, Rabu, 30 Agustus.
Iwan menyebut, program dan dukungan yang telah dilakukan Kementerian PUPR di antaranya pembangunan rusun melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU merupakan salah satu langkah kolaboratif yang dilakukan oleh Kementerian PUPR dalam menjalankan amanat penyediaan perumahan dengan meningkatkan partisipasi pihak swasta di dalamnya.
Baca juga:
Kementerian PUPR juga mendorong pemberlakuan dan penerbitan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG). SKBG merupakan tanda bukti kepemilikan atas satuan rusun (sarusun) di atas barang milik negara atau daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.
Konsep SKBG sarusun muncul sejak terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya yang kemudian substansinya tetap diadopsi dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
"Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak baik kementerian/lembaga/pemerintah daerah maupun pihak swasta" imbuhnya.