Ekonom Beri Saran ke BI agar Pertahankan Suku Bunga 5,75 Persen untuk Menjaga Inflasi

JAKARTA - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky merekomendasikan Bank Indonesia (BI) sebaiknya mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,75 persen dengan tetap memantau stabilitas rupiah dan menjaga inflasi.

"Sebagian besar dari penurunan inflasi dalam negeri terjadi berkat upaya BI dalam melanjutkan kebijakan moneter yang konsisten," Riefky dalam kajian bertajuk BI Board of Governor Meeting, dikutip dari Antara, Rabu 23 Agustus.

Selain itu, berkat koordinasi dengan pemerintah dalam melaksanakan berbagai program pengendalian inflasi, seperti Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan Gelar Pasar Pangan Murah (GPM).

Sebagai informasi, inflasi Juli 2023 tercatat menurun menjadi 3,08 persen year on year (yoy), dari sebelumnya sebesar 5,28 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

Tidak hanya inflasi, lanjut Riefky, pertumbuhan ekonomi yang kuat telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia, dibandingkan negara berkembang lainnya.

Perekonomian nasional tercatat berada pada tren positif dengan tumbuh 5,17 persen (yoy) pada kuartal II 2023, yang didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga berkat kehadiran perayaan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha.

“Perekonomian nasional akan terus tumbuh, meskipun lebih lambat pada kuartal-kuartal mendatang, yang terlihat dari tren sedikit penurunan pada leading indicators pada Juli 2023,” ujar Riefky.

Di sisi lain, Riefky mengungkapkan bahwa arus modal keluar yang sedang berlangsung di pasar keuangan Indonesia dapat jauh lebih buruk, apabila BI tidak menerapkan kebijakan moneter yang konsisten, serta terbatasnya instrumen direct intervention.

Sebagai informasi, dari pertengahan Juli- Agustus 2023, Indonesia mencatat aliran keluar portofolio sebesar 1,04 miliar dolar Amerika Serikat (AS), yang disebabkan oleh suku bunga yang lebih tinggi di negara maju dan volatilitas pasar Asia yang diperburuk oleh kekecewaan terhadap pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini.

Riefky menjelaskan bank sentral AS The Fed pada FOMC 25-26 Juli lalu menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,22- 5,50 persen, yang diperkirakan menjadi kenaikan yang terakhir pada 2023 karena inflasi AS turun drastis menjadi 3,0 persen (yoy) pada Juni 2023.

Namun demikian, ekspektasi pasar berubah setelah rilisnya data inflasi baru yang menunjukkan sedikit peningkatan inflasi AS menjadi 3,2 persen (yoy) pada Juli 2023.

Hal tersebut menyebabkan adanya kekhawatiran adanya rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed, yang mana The Fed dapat terus menaikkan suku bunga di tengah berlangsungnya beberapa kegagalan bank, volatilitas pasar keuangan, dan tingkat lapangan kerja yang relatif tidak banyak berubah.

“Oleh karena itu, investor tengah mengantisipasi the Fed akan menaikkan suku bunga sekali lagi sebelum akhir tahun ini,” ujar Riefky.