Ajukan Kasasi Vonis Bebas, KPK Beberkan Kepanikan Hakim Agung Gazalba Saleh Usai KPK Gelar OTT di MA

JAKARTA - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh disebut panik saat mengetahui adanya operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Mahkamah Agung (MA) terkait pengurusan perkara. Bahkan, dia sempat mengganti nomor telepon selulernya.

Hal ini disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memori kasasi yang diajukan ke MA. Pengajuan ini untuk melawan vonis bebas terhadap Gazalba.

“Sebagai bentuk nyata kekhawatiran terdakwa pasca-OTT KPK kemudian mengganti nomor handphonenya dari yang lama dengan nomor handphone yang baru,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 22 Agustus.

Tak sampai di sana, Gazalba juga menghapus pesan yang dikirimnya dengan Prasetio Nugroho yang merupakan asistennya. Hal ini sudah dibuka di persidangan beberapa waktu lalu.

“Tim Jaksa juga menyakini jejak digital tidak akan pernah bisa bohong,” tegasnya.

Tindakan Gazalba ini juga dianggap menyalahi aturan. Sebab, menghapus chat berarti sama saja menghilangkan barang bukti.

“Perbuatan terdakwa maupun Prasetio Nugroho yang telah menghapus chat WA, selaku aparat penegak hukum terlebih keduanya sebagai hakim yang bertugas di kamar pidana seharusnya memahami larangan untuk menghilangkan barang bukti,” ungkap Ali.

Sebelumnya, Gazalba divonis bebas dalam persidangan dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). KPK dinilai tak punya cukup bukti oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

Dalam kasus ini, Gazalba dituntut 11 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia diduga terbukti telah menerima suap sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan tuntutan itu diajukan berdasarkan kesimpulan dari fakta-fakta persidangan, mulai dari keterangan saksi, surat bukti petunjuk, hingga barang bukti yang dihadirkan.

"Supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Gazalba Saleh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata Wawan di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis, 13 Juli.

Jaksa menjelaskan Gazalba diduga menerima suap untuk mengabulkan permintaan pemohon yakni Heryanto Tanaka untuk mengabulkan perkara kasasi terkait kasus permasalahan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Menurut jaksa, uang suap yang disiapkan Heryanto Tanaka untuk mengurus perkara mencapai 110 ribu dolar Singapura. Kemudian uang itu dialirkan berantai, mulai dari pengacara, ASN di lingkungan MA, hingga ke Prasetio Nugroho selaku panitera pengganti atau asisten yang merupakan representasi dari Gazalba Saleh.