Apa Itu Performance Rights, yang Disinggung Bongky Eks Slank Saat Bahas Konser 31F?

JAKARTA - Bongky Ismail Marcel belum lama ini mengungkap kepada VOI, dia dan dua rekannya dari band BIP; Indra Qadarsih dan Pay Burman telah mengantongi izin performance rights terkait lagu-lagu Slank yang akan mereka bawakan dalam konser 31F. Banyak orang bertanya, apa itu performance rights?

Dinukil dari hukumonline.com, performing rights adalah hak untuk mengumumkan sebuah lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram.

Bongky, Indra, dan Pay dalam rencana konser 31F akan membawakan lagu-lagu Slank era album 1-5; Suit... Suit... He... He (Gadis Sexy) (1990), Kampungan (1991), Piss (1993), Generasi Biru (1994), dan Minoritas (1996) -  album-album yang dirilis saat mereka masih bergabung dan sebelum dipecat pada tahun 1996. Untuk lagu-lagu cover yang diciptakan untuk tujuan komersial, pencantuman nama penyanyi asli saja tentu tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum pemegang hak cipta. 

Dan agar tidak melanggar hak cipta orang lain - dalam hal ini Slank - untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta.

Tapi, bukankah Bongky, Indra, dan Pay juga terlibat dalam proses pembuatan seluruh lagu dalam lima album tersebut? Kami masih menyimpan lima album pertama Slank dengan rapi, termasuk sampul albumnya yang masih mulus. Di setiap lirik lagu yang tertulis di dalamnya tidak disertai keterangan siapa penciptanya. Ini artinya, semua lagu di album itu milik berlima. Tapi mengapa Bongky, Indra, dan Pay harus minta izin kepada Kaka dan Bimbim?

Bongky menjawab pertanyaan serupa yang dilontarkan salah satu penggemar dalam postingan Instagram VOI terkait berita ini yang ia posting ulang.

"Lah ngapain jd minta izin? itu kan lagu ciptaan kalian bertiga juga, tanpa eksekusi yg mantap kaga bakal jd hits dong, even lagu mentah nya Bim2 kalo gak di racik oleh kalian jg pasti gak meledak wkwkwk," tulis akun @abuhusnihabibiehamzah

"Etika dong," Bongky menjawab singkat. Mungkinkah ini sejenis sindiran Bongky terhadap penggunaan logo Slank berbentuk kupu-kupu yang ia desain dan dipakai Slank tanpa izin? Bisa jadi. Bongky pernah memperkarakan masalah ini meski akhirnya mereda juga.

Performance rights diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bersamaan dengan lisensi atas hak mekanikal (mechanical rights) yakni hak untuk menggandakan, mereproduksi (termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD, kaset rekaman dan media rekam lainnya. Royalti atas mechanical rights yang diterima dibayarkan oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak (biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili komposer/pencipta lagu).

Adapun pemungutan royalti atas pemberian performing rights pada umumnya dilakukan oleh sebuah lembaga (di Indonesia disebut Lembaga Manajemen Kolektif – “LMK”) berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan lembaga tersebut.

WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia) adalah dua dari beberapa LMK di Indonesia yang saat ini aktif menghimpun dan mendistribusikan royalti dari hasil pemanfaatan performance rights untuk diteruskan kepada komposer/pencipta lagu dan publisher. 

Jadi, daripada 'ribut-ribut gak sempet make love' (eh, maaf...itu potongan lirik lagu Pisah Saja Dulu). Maksud kami, daripada para penggemar ribut ini lagu siapa itu lagu siapa, lebih baik kita doakan konser 31F terealisasi tanpa kendala apapun. Biarlah soal hak cipta dan tetek bengeknya menjadi urusan personel Slank dan BIP. Setuju?

Izin performance rights sebelum Bongky dan BIP 

Jikunsprain - band sampingan gitaris /rif, Jikun - membawakan ulang lagu milik God Bless, Rock di Udara (1975) di album terakhirnya, Bertuhan dengan Marah (2017). Jikun mengaku membawakan lagu tersebut dari tahun 2014 lantaran sudah ada izin dari penciptanya, Donny Fattah (bassis God Bless) setahun sebelumnya. 

Saat itu (tahun 2013) belum ada lembaga manajemen kolektif yang mengatur soal performance rights maupun mechanical rights. Tapi ketika Jikun bersikeras menceploskan lagu Rock di Udara ke dalam album Bertuhan dengan Marah, dia kembali menemui Donny Fattah untuk membahas lebih dalam soal lagu itu. 

Kontrak pun dibuat di mana semua royalti dari penjualan lagu tersebut bakal diserahkan kepada Donny. Setelah penandatangan kontrak, Jikun juga punya itikad baik untuk menyisihkan honor yang ia dapatkan kepada Donny jika Jikunsparain membawakan lagu itu di atas panggung.

"Bentuk apresiasi itu kan enggak cuma dalam bentuk rekaman. Kalau menghasilkan sesuatu, akan saya kasih juga sama yang menciptakan. Jadi, dalam setahun ada berapa kali manggung, dipotong sekian dan langsung dikasih ke Mas Donny. Begitu pun penjualan dari iTunes, selama setahun ada berapa pendapatan, dipotong sekian dan diserahkan juga ke Mas Donny. Itulah bentuk apresiasi saya terhadap God Bless, yang sudah 'meracuni' saya sejak kecil," Jikun menjelaskan kepada kami.

Bertempat di Caffee Shop Hotel Jayakarta, Bandung, 14 Mei 2017, Jikun secara simbolik menyerahkan royalti (mechanical rights dan performance rights) atas lagu Rock di Udara berdasarkan hasil penjualan dalam format digital dan penampilan panggung seperti yang dijanjikannya kepada Donny Fattah.

>

Performance rights itu soal kesadaran musisi

Dunia panggung Indonesia memang belum tertata rapi sehingga siapa pun bisa dengan bebas membawakan lagu orang lain tanpa minta izin. Mengapa dulu Jerinx (Superman Is Dead) koar-koar sendiri saat lagunya, Sunset di Tanah Anarki, dibawakan Via Vallen? Ada kemungkinan lagu tersebut tidak didaftarkan ke publishing sehingga dia sendiri yang turun tangan. Atau, lagu itu sudah didaftarkan tapi karena Via Vallen keenakan membawakan lagu tersebut tanpa meminta izin, Jerinx inisiatif 'bergerak'.

Peraturan performance rights sudah ada sejak 2014. Kalau misal seorang musisi tidak tahu, dia kan tidak berdiri sendiri. Ada manajemen yang menaunginya. Untuk itu, manajemenlah yang seharusnya memahami dan meminta izin.

Jika lagu tersebut didaftarkan ke publishing, maka manajemen harus meminta izin kepada publishing andai lagu tersebut direkam dan digandakan. Tapi, jika lagu tersebut dibawakan di sebuah acara, penyelenggara acara lah yang harus meminta izin kepada pencipta.

Kalau kata pengamat musik senior Denny MR, hal ini kembali kepada kesadaran si musisi dan manajemennya untuk meminta izin membawakan lagu orang lain. Dan harus diakui, Malaysia yang berkiblat ke Indonesia untuk urusan musik saja, justru lebih rapi dan tertata soal regulasi rekaman dan penampilan panggung seperti ini. 

Itulah mengapa, ini harus dikembalikan kepada si artis yang bersangkutan. Dan apa yang dilakukan Bongky, Indra, dan Pay sudah tepat. Di saat para pencipta lagu masih menemui kesulitan menuntut hak atas karyanya, sebuah peristiwa kecil yang bermakna besar dilakukan tiga rockstar dengan tulus. Padahal, lagu-lagu dalam lima album itu milik mereka juga.