Sejarah Basarnas: Kecepatan Respons Bencana dan Kecelakaan Dipuji Dunia
JAKARTA - Bencana alam dan kecelakaan –udara dan laut— kerap dianggap momok menakutkan. Tiada yang mampu menebak kapan datangnya bencana. Dua hal yang dapat disiapkan tiap negara adalah upaya mitigasi dan tanggap darurat. Di Indonesia, misalnya.
Penanggulangan bencana hingga kecelakaan tanggap darurat ditangani oleh Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas). Aksi cepat tanggapnya membawa banyak manfaat. Basarnas jadi yang paling pertama menawarkan bantuan. Langkah itu kemudian mengundang puja-puji dunia.
Musibah kecalakaan udara dan laut adalah dua hal yang paling ditakutkan. Angka korban jiwa yang tinggi jadi muaranya. Pun hal sama terjadi dalam bencana alam. Dari gempa bumi hingga banjir. Mereka yang berpotensi jadi korban tak sedikit.
Dunia pun mulai berpikir untuk membentuk satuan lembaga cepat tanggap. Search and Rescue (SAR), namanya. Lembaga itu difungsikan untuk melakoni usaha pencarian dan pertolongan cepat tanggap kepada korban kecelakaan dan bencana alam.
Tiap negara menyakini upaya penyematan terkait kecelakaan dan bencana tak bisa ditunda-tunda. Sekali ada kejadian, tim SAR harus dapat jadi juru selamat. Juru selamat bagi korban dan penduduk sekitar supaya tak terkena potensi bencana besar.
Tim SAR pun harus dapat bekerja cepat, tepat, dan efesien. Indonesia pun menginginkan jasa tim SAR. Kebutuhan akan SAR Nasional meningkat kala Indonesia menjadi anggota Organisasi Penerbangan Sipil Nasional (ICEO) pada 1950-an.
Semuanya karena syarat utama tiap anggota ICEO adalah harus memiliki tim SAR Nasional. Pun embrio SAR Nasional lahir. Keinginan membangun tim SAR yang profesional juga bangkit dengan terdaftarnya Indonesia sebagai anggota Organisasi Maritim Internasional (IMO).
Namun, tim SAR kala itu belum memiliki satu wadah. Tim SAR masih dikelola oleh masing-masing instansi terkait -- sipil atau militer. Perubahan baru hadir ketika Soeharto dan Orde Baru (Orba) mengambil alih pemerintahan Orde Lama. Presiden Soeharto pun mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk menghadirkan tim SAR dalam wujud satu lembaga. Basarnas, namanya.
“Sedangkan ditinjau dari segi personelnya, potensi SAR yang ada pada instansi-instansi sipil/militer tersebut pada umumnya belum memiliki pengetahuan SAR secara khusus dan oleh karenanya memerlukan pelatihan serta pembinaan selanjutnya. Dalam hal peralatan yang dimiliki instansi-instansi tersebut memang bukan untuk khusus peralatan SAR Namun demikian dapat digunakan dalam keadaan darurat yang penting perlu adanya pembakuan.”
“Harapan akan adanya suatu organisasi SAR nasional akhirnya diwujudkan dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 yang menetapkan adanya Badan SAR Indonesia (BASARI) dengan tugas pokoknya menangani musibah penerbangan dan pelayaran. BASARI yang kemudian dikenal Basarnas berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden, mempunyai fungsi mengkoordinasikan pencarian dan pertolongan sesuai dengan ketentuan SAR nasional dan internasional,” tertulis dalam laporan Majalah Dharmasena berjudul SAR Nasional (1989).
Puja-Puji kepada Basarnas
Kehadiran Basarnas jadi elemen penting upaya penyelamatan bencana alam dan kecelakaan di Indonesia. Jejaknya kerap terlihat dan terbukti efektif. Basarnas selalu hadir lebih dulu, dibanding lembaga lainnya dalam tiap bencana dan kecelakaan.
Eksintensi itu diwujudkan dari masa ke masa. Pun dunia mulai melirik aksi Basarnas kala jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 di Perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah pada 2014. Pesawat yang terbang dari Surabaya menuju Singapura itu dapat ditemukan Basarnas dengan dibantu militer dalam kurun waktu tiga hari.
Basarnas mulai menemukan puing pesawat dan jenazah penumpang. Media besar dunia pun melemparkan puja-puji kepada Basarnas. Wall Street Journal bahkan menyebut Basarnas adalah tim pencarian tercepat sepanjang tragedi penerbangan dunia.
Puja-puji juga bukan cuma hadir di luar negeri. Dalam negeri juga tak ketinggalan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga ikut melanggengkan pujian kepada respons Basarnas terhadap bencana dan kecelakaan. Pujian Rapat Kerja Basarnas dan Forum Koordinasi Potensi Pencarian dan Pertolongan (FKP3) Nasional tahun 2023 pada Februari 2023.
“Kita semuanya berharap tidak ada bencana tidak ada kecelakaan besar. Tapi kita tahu bahwa pengalaman-pengalaman yang ada dari saat ada AirAsia di 2014 yang jatuh di Perairan Belitung. Kemudian Sriwijaya SJ 182 di Kepulauan Seribu.”
“Kemudian Lion Air JT 610 di Perairan Karawang di 2018 dan juga Kapal Motor Sinar Bangun di Toba di 2018. Semuanya saya mengikuti dan beberapa saya melihat langsung di lapangan kecepatan respons dari Basarnas. Saya harus menyampaikan apa adanya, sangat cepat," cerita Jokowi dikutip Detik.com, 16 Februari 2023.
Baca juga:
- India dan Australia Adukan Agresi Militer Belanda ke Dewan Keamanan PBB dalam Sejarah Hari Ini, 31 Juli 1947
- Ibu Tien Soeharto Diangkat Jadi Pahlawan Nasional Indonesia dalam Sejarah Hari Ini, 30 Juli 1996
- Belanda Anggap Iwa Kusumasumatri Berbahaya dan Perlu Diasingkan dalam Sejarah Hari Ini, 29 Juli 1929
- Sejarah JakLingko: Siasat Anies Baswedan-Sandiaga Uno Ajak Warga Jakarta Naik Transportasi Umum