Marak Terjadi, Ini 7 Penyebab Toxic Relationship

JAKARTA - Merajut hubungan percintaan dengan seseorang merupakan salah satu fase terbesar dalam kehidupan. Apalagi jika Anda dan pasangan memiliki hubungan yang sehat dan suportif. Ini bisa menjadikan hidup makin sejahtera. 

Sayangnya, berkebalikan dengan hubungan sehat. Saat ini di tengah masyarakat sering dijumpai tipe hubungan beracun atau toxic relationship. Model hubungan yang merugikan ini seakan menahan orang mendapat kebahagiaan dan kepuasan dari membina hubungan. 

Lalu, bagaimana bisa toxic relationship terjadi? VOI, dinukil dari laman Times of India, membeberkan setidaknya tujuh penyebab terjadinya toxic relationship yang sedang marak. Berikut ulasannya.

Kurangnya kesadaran diri

Banyak orang mungkin belum mengembangkan rasa kesadaran diri yang kuat. Termasuk mengenali tanda-tanda hubungan beracun atau bahkan tidak menyadari perilaku negatif mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan siklus toksisitas dan berlanjutnya pola berbahaya. Tanpa kesadaran ini, individu mungkin tanpa sadar terlibat dalam hubungan beracun atau mentolerir perilaku beracun dari pasangannya.

Kurangnya rasa percaya diri

Individu dengan rasa percaya diri rendah biasanya kurang memiliki rasa menghargai diri sendiri. Sehingga mereka percaya perlakuan buruk dari pasangan pantas mereka dapatkan. Atau bisa juga mereka merasa kurang percaya diri untuk meninggalkan hubungan beracun yang sedang dijalani. Mereka mungkin takut sendirian atau bergumul dengan perasaan tidak mampu, yang dapat membuat mereka terjebak dalam dinamika tidak sehat.

Model hubungan yang tidak sehat

Tumbuh di lingkungan di mana hubungan beracun lazim dapat membentuk pemahaman seseorang tentang apa yang normal atau dapat diterima dalam suatu hubungan. Jika individu telah menyaksikan dinamika yang kasar atau disfungsional dalam keluarga mereka atau hubungan sebelumnya. Mereka secara tidak sengaja mengulangi pola tersebut dalam hubungan sendiri.

Ketergantungan

Ketergantungan pada pasangan adalah pola perilaku di mana individu menjadi terlalu bergantung pada pasangannya untuk mendapat validasi, persetujuan, dan rasa harga diri. Individu kodependen sering memprioritaskan kebutuhan pasangannya di atas kebutuhannya sendiri. Sehingga memungkinkan perilaku beracun dan mengabaikan kesejahteraan diri sendiri.

Takut sendirian

Ketakutan akan kesendirian atau keyakinan bahwa mereka tidak dapat menemukan pengganti yang lebih baik dapat membuat individu tetap berada dalam hubungan toksik. Ketakutan ini dapat berasal dari berbagai faktor, seperti harga diri yang rendah, kurangnya sistem pendukung, atau riwayat pengabaian. Faktor-faktor ini dapat mencegah individu enggan meninggalkan situasi yang tidak sehat dan mencari hubungan yang lebih sehat.

Manipulasi emosi

Individu yang toksis sering menggunakan taktik manipulasi emosi seperti gaslighting, rasa bersalah, atau pemerasan emosional. Untuk mempertahankan kendali atas pasangannya, sehingga sulit bagi korban mengenali toksisitas dan meninggalkan hubungan.

Takut akan perubahan

Meninggalkan hubungan toksik membutuhkan perubahan signifikan dalam hidup seseorang, yang bisa menakutkan dan membebani. Ketakutan akan hal yang tidak diketahui dan konsekuensi dari mengakhiri hubungan dapat membuat individu terjebak dalam dinamika toksik.