Heru Budi Sebut Ketimpangan Ekonomi Jakarta Meroket Akibat COVID-19 dan Warga Pendatang
JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkap penyebab ketimpangan ekonomi atau gini ratio di Ibu Kota meningkat selama enam bulan terakhir.
Menurut Heru, tingkat ketimpangan naik bisa terjadi lantaran pandemi COVID-19 yang melanda dan mengakibatkan pembatasan kegiatan selama dua tahun.
"Perbedaan gini ratio atau gap itu bisa jadi dalam proses dua tahun COVID. Sekarang mereka sedang bangkit ekonominya," kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 18 Juli.
Selain itu, Heru juga memandang banyaknya warga pendatang dari luar daerah yang masuk ke Jakarta ikut memberi dampak peningkatan ketimpangan ekonomi. Warga pendatang yang tak memiliki kepastian pekerjaan lalu datang ke Jakarta mengakibatkan kondisi perekonomian mereka dalam ketidakpastian.
"Berikutnya mungkin ada pendatang yang baru berproses mencari kerja. Ya, dinamika mobilitas kan tinggi di DKI. Antara lain seperti itu, wajar," ujar dia.
Namun, Heru menyebut Pemprov DKI Jakarta terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pada kelompok berpenghasilan rendah dengan cara penyaluran bantuan sosial dan jaminan sosial lainnya.
"Sekali lagi Pemda DKI menahan supaya garis kemiskinan bisa kita tahan dengan yang biasa pemda katakan jaminan sosial," ungkap Heru.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta mencatat ketimpangan ekonomi atau gini ratio warga Jakarta meningkat. Di satu sisi, angka warga miskin di Jakarta menurun sejak enam bulan lalu.
Warga miskin di Jakarta pada Maret 2023 berkurang 17.100 jiwa dari enam bulan lalu, yakni pada September 2022. Angka kemiskinan saat ini 4,4 persen dan selama enam bulan terakhir turun 0,17 persen.
Namun, gap antara pendapatan penduduk pada kelas bawah dan kelas atas sebesar 0,431 persen. Angka ini meningkat 0,019 persen dari September 2022 yang angkanya sebesar 0,412.
"Sekalipun jumlah penduduk miskin sudah berkurang pada periode ini, namun masih menyisakan PR ketimpangan yang semakin meningkat. Artinya gap antara pendapatan penduduk pada kelas bawah dan kelas atas justru semakin tinggi," ucap Plt Kepala BPS Provinsi DKI Jakarta Dwi Paramita Dewi dalam keterangannya, dikutip pada Selasa, 18 Juli.
Baca juga:
Pada periode ini, distribusi penduduk pada kelompok pengeluaran 40 persen terbawah turun 0,60 persen poin menjadi 16,39 persen dibandingkan periode September 2022.
Persoalan kemiskinan ini, menurut Dwi, bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode September 2022-Maret 2023, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan.
"Indeks kedalaman kemiskinan naik 0,013 yang berarti jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin sedikit menjauh dari garis kemiskinan. Dan indeks keparahan kemiskinan juga naik sebesar 0,017 yang berarti ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga semakin tinggi," urai Dwi.