Ketua Panja Beberkan Manfaat UU Kesehatan untuk Para Nakes
JAKARTA - Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, pembahasan UU Kesehatan dilakukan secara intensif dan komprehensif dengan mengedepankan urgensi penguatan sistem kesehatan nasional.
"Melalui transformasi kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia serta meningkatkan daya saing bangsa di mata internasional," kata Melkiades saat membacakan laporan Panja RUU Kesehatan dalam Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 11 Juli.
Pria yang akrab disapa Melki ini menambahkan, penggunaan metode Omnibus Law dipilih untuk memudahkan penerapan UU Kesehatan di masyarakat. Sebab, saat ini masih terjadi tumpang tindih peraturan yang kerap menyulitkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Lewat omnibus law, UU Kesehatan akan menghapus beberapa peraturan perundangan existing maupun menetapkan beberapa pengaturan baru. UU Kesehatan pun hadir untuk menjawab berbagai permasalahan di bidang kesehatan.
Mulai dari pelayanan Kesehatan yang masih didominasi pendekatan kuratif, ketersediaan dan distribusi Sumber Daya Kesehatan (SDM), kesiapan menghadapi krisis kesehatan, aspek kemandirian farmasi dan alat Kesehatan, aspek pembiayaan, dan pemanfaatan teknologi Kesehatan.
Melki menjelaskan, pembahasan RUU Kesehatan kemudian disepakati melalui pembentukan Panitia Kerja (Panja). Bahkan rapat kerja Panja DPR bersama Pemerintah juga dilakukan di masa reses untuk mengoptimalkan waktu pembahasan RUU Kesehatan.
"Untuk pemanfaatan waktu secara maksimal, Panja RUU tentang Kesehatan juga telah mengajukan permohonan izin rapat pada masa reses Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, baik di dalam Gedung maupun di luar DPR RI, kepada Pimpinan DPR RI," ungkap Melki.
Baca juga:
Wakil Ketua Komisi IX DPR ini memahami adanya penolakan dari sejumlah kalangan terhadap UU Kesehatan. Meski begitu, Melki menegaskan pembahasan UU Kesehatan dilakukan sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku termasuk dengan menyerap aspirasi publik, khususnya dengan kalangan tenaga kesehatan dan berbagai elemen masyarakat lainnya yang terkait dengan bidang kesehatan.
“Demi menjaga keterbukaan dan partisipasi bermakna dari masyarakat, Panja telah melakukan tahapan konsultasi publik serta audiensi di sela-sela pembahasan Panja berdasarkan surat permohonan audiensi masyarakat yang telah diterima oleh Komisi IX DPR RI,” sebutnya.
Salah satu contoh audiensi yang dilakukan Panja RUU Kesehatan seperti rapat bersama dengan beberapa asosiasi rumah sakit. Di antaranya Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Pengurus Asosiasi Rumah Sakit Vertikal Indonesia (ARVI), Pengurus Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA), Pengurus Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI) dan Pengurus Perhimpunan Klinik Dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Indonesia (PKFI).
Selain itu, Panja RUU Kesehatan juga melakukan audiensi dengan sejumlah asosiasi tenaga kesehatan (Nakes). Seperti Pengurus Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pengurus Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Pengurus Ikatan Ahli Gizi Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Pengurus Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI).
Tak hanya DPR, Pemerintah juga telah melakukan sosialisasi tentang RUU Kesehatan sebagai bentuk pelibatan partisipasi publik. Setidaknya ada 79 kegiatan partisipasi publik yang digelar Pemerintah dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait, Organisasi Profesi, Akademisi, LSM dan Asosiasi.
“Audiensi dilakukan untuk menyerap aspirasi agar tercipta layanan kesehatan yang ramah bagi masyarakat,” terang Melki.
Setelah melalui pembahasan yang dinamis di Panja yang dilanjutkan dengan pembahasan oleh Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus dan Timsin), UU Kesehatan berisi aturan-aturan yang terdiri dari 20 Bab dan 458 Pasal. Melki memastikan, pembahasan UU Kesehatan telah memenuhi unsur keterbukaan dan dilakukan demi perbaikan sistem kesehatan di Tanah Air.
“RUU ini memuat substansi yang mendukung penyelenggaraan transformasi sistem Kesehatan,” ujar Legislator dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II tersebut.
Melki mengatakan, UU Kesehatan merupakan regulasi penting yang komprehensif di bidang kesehatan. UU ini menjabarkan agenda transformasi kesehatan yang bersifat reformis dan ambisius untuk upaya perbaikan pelayanan kesehatan di tingkat pertama (puskesmas dan klinik pratama) dan sekunder (rumah sakit).
“Perbaikan tersebut melalui penguatan penyelenggaraan upaya kesehatan dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/ atau paliatif, pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan tenaga medis dan tenaga kesehatan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan spesialis/subspesialis, transparansi dalam proses Registrasi dan perizinan,” papar Melki.
UU Kesehatan yang baru ini juga mengakomodir perbaikan pelayanan kesehatan terkait mekanisme penerimaan tenaga medis dan tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri untuk mengikuti uji kompetensi yang transparan, serta pemanfaatan teknologi kesehatan termasuk teknologi biomedis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Lebih lanjut, UU Kesehatan pun mengatur tentang Pelayanan Kesehatan menuju pelayanan kedokteran presisi (precision medicine), penguatan Sistem Informasi Kesehatan, penguatan kedaruratan Kesehatan, memberikan ruang eksositem untuk pengembangan inovasi kesehatan, serta penguatan pendanaan kesehatan.
“Sedangkan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran Kesehatan dari APBD sesuai dengan kebutuhan Kesehatan daerah yang mengacu pada program Kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang Kesehatan (RIBK) dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja,” sambungnya.
Dijelaskan Melki, pengalokasian anggaran kesehatan tersebut termasuk memperhatikan penyelesaian permasalahan kesehatan berdasarkan beban penyakit atau epidemiologi. Dalam rangka upaya peningkatan kineria pendanaan Kesehatan, Pemerintah Pusat pun dapat memberikan insentif atau disinsentif kepada Pemda sesuai dengan capaian kinerja program dan Pelayanan Kesehatan yang dietapkan oleh Pemerintah Pusat.
“Dilakukan juga pemantauan pendanaan kesehatan secara nasional dan regional untuk memastikan tercapainya tujuan pendanaan Kesehatan melalui sistem informasi pendanaan Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional,” urai Melki.
UU Kesehatan ini pun mengatur soal penyelenggaraan upaya kesehatan di mana pelibatan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat harus diselaraskan. Melki menambahkan, UU Kesehatan juga mengamanatkan tentang pelindungan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
“Terutama yang bertugas di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan serta daerah bermasalah kesehatan atau daerah tidak diminati dengan memperoleh tunjangan atau insentif khusus, jaminan keamanan, dukungan sarana prasarana dan alat kesehatan,” jelasnya.
“Serta kenaikan pangkat luar biasa, dan pelindungan dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” imbuh Melki.
UU Kesehatan juga mengamanatkan pemberian perlindungan hukum kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan saat menjalankan praktik. Tenaga kesehatan dan tenaga medis berhak mendapatkan pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar dan etika profesi, serta kebutuhan kesehatan Pasien.
“Selain itu para tenaga medis dan tenaga kesehatan juga mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan kerja dan keamanan,” ungkapnya.
Di sisi lain, UU Kesehatan turut mengatur mengenai pendidikan kedokteran, Konsil, Kolegium, Organisasi Profesi, dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran. UU Kesehatan ini dipastikan sudah mengalami pembahasan yang cukup panjang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dari berbagai sudut pandang.
“Seperti dalam hal pendidikan kedokteran spesialis ke depan dapat diselenggarakan oleh rumah sakit terutama rumah sakit milik pemerintah,” ujar Melki.
UU Kesehatan yang baru ini juga memberikan kemudahan bagi pemberi layanan kesehatan. Salah satunya mengenai Surat Tanda Registrasi bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang akan diberlakukan seumur hidup serta kemudahan dan penyederhanaan dalam pengurusan izin praktik.
“Pada akhirnya, pembahasan dan seluruh pengaturan di dalam RUU tentang Kesehatan in dilakukan semata-mata demi memajukan kesehatan masyarakat Indonesia baik di masa normal maupun di masa krisis,” sebut Melki.