Ekonom Kritisi Rencana CPNS 2023: Faktor Politis, Dulang Simpati Jelang Pemilu

JAKARTA – Pengamat ekonomi dan pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menanggapi rencana Menpan RB Abdullah Azwar Anas yang akan membuka rekrutmen calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dengan kuota 1 juta orang di tahun ini.

Menurut dia, wacana tersebut bersifat oportunis karena berdekatan dengan momentum besar, yakni pesta demokrasi 2024.

“Lebih banyak faktor politis karena dilakukan terburu-buru mengejar momen politik pemilu 2024. Motifnya adalah politik agar partai yang berkuasa menang kembali karena mendapatkan simpati dari jutaan rakyat para pelamar CPNS tersebut,” ujar melalui pernyataan tertulis, Rabu 14 Juni.

Achmad menjelaskan, rekrutmen PNS 2023 tidak dalam perencanaan pemerintah saat penyusuan RAPBN 2023. Sehingga, apabila pemerintah mengubahnya memerlukan persetujuan DPR dan mengundang pertanyaan apakah pemerintah mau defisitnya diatas 3 persen di 2023.

Dia mengungkapkan, pada 2022 belanja untuk PNS daerah masih tertinggi dalam belanja daerah. Hal tersebut direncanakan akan diturunkan, mengingat sampai saat ini sumber anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masih bersumber dari anggaran pemerintah pusat melalui skema transfer ke daerah (TKD).

“TKD merupakan sumber pendapatan utama untuk sebagai pendapatan daerah (APBD) terbesar sebesar 68 persen dan di daerah belanja masih didominasi oleh belanja pegawai yakni sebesar 34 persen berdasarkan laporan APBN 2022,” tuturnya.

Atas rencana penambahan PNS 2023, sambung dia, apalagi alokasi terbesarnya ada pada alokasi daerah, bakal sangat membingungkan apakah struktur belanja pemda yang didominasi membayar gaji pegawai tersebut ingin dinaikan lagi.

“Kemenkeu menyatakan telah melakukan pengurangan pegawai 3.586 orang. Oleh karena itu adanya pengurangan jumlah pegawai itu pihaknya bisa menghemat Rp902,69 miliar di 2020-2023,” imbuhnya.

Achmad menambahkan, pemerintah dengan APBN 2023 yang terbatas, ditambah lagi potensi bertambahnya beban subsidi sosial sebaiknya melakukan efisiensi PNS. Bahkan, pekerjaan tertentu yang rutin dan mekanik dapat digantikan dengan teknologi robot sehingga belanja pegawai baik pusat dan daerah tidak menjadi beban pembangunan di masa depan.

“Langkah moratorium penerimaan CPNS yaitu penghentian sementara penerimaan pernah dilakukan pemerintah dengan alasan belanja pegawai yang membebani APBN menjadikan APBN tidak dapat berkelanjutan,” katanya.

“Lantas apakah dengan penerimaan CPNS baru 2023 ini, beban APBN dari pegawai bukan menjadi masalah, atau masalah tersebut terpaksa diabaikan demi kepentingan politik 2024?” tutup Achmad.