Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Ecoonomics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin mengatakan bahwa harga beras yang melambung tinggi saat ini merupakan imbas gangguan yang terjadi selama tahun 2023.

Pertama, kata Bustanul, faktor fenomena el nino menjadi salah satu determinan dari kenaikan harga beras. Imbas fenomena alam tersebut, produksi padi tahun 2023 turun sekitar 1 juta ton, karena luas panen yang juga turun signifikan sekitar 300.000 hektare.

Terkait dengan kondisi saat ini, Bustanul mengaku bersama dengan analis lainnya telah mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi fenomena el nino yang menyebabkan kekeringan ekstrem ini.

Seperti diketahui, fenomena el nino ini menyebabkan gangguan pada musim tanam. Dimana masa tanam menjadi mundur yang berakibat pada kemunduruan musim panen.

“Saya dan beberapa analis telah menyampaikan sejak 2023, mengingatkan Pemerintah untuk mengantisipasi kekeringan ekstrem ini,” tuturnya kepada VOI, di Jakarta, Kamis, 22 Februari.

Faktor kedua, kata dia, ekonomi beras global. Pada Juli 2023 India melarang ekspor beras. Pertimbangannya politis, PM Modi menghadapi Pemilu pada 2024.

“Dia tidak ingin harga domestik beras India naik signifikan. PM Modi juga menikmati efek pemberitaan setelah beberapa negara datang ke India, berunding, minta dikecualikan dari kebijakan larang ekspor beras. Misalnya, negara yang telah datang ke Delhi adalah Singapura, Butan, Mauritania dan lainnya,” tuturnya.

Akibatnya, sambung Bustanul, harga beras dunia juga naik sangat tinggi. Bahkan, melebihi 620 dolar AS per ton untuk beras medium dan 680 dolar AS per ton untuk beras premium. Bahkan, ini merupakan rekor tertinggi, melebih harga ketika Krisis Pangan 2008.

“Kita paham, pada tahun 2023 ini terlalu banyak peristiwa terjadi pada saat yang bersamaan. Terutama peristiwa politik, hukum, dan lain-lain yang menurut saya mengganggu kinerja implementasi kebijakan pangan dan ekonomi lainnya,” ucapnya.