8 Nelayan di Aceh Jadi Tersangka Penangkapan Ikan Ilegal

BANDA ACEH - Penyidik pegawai negeri sipil Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo Banda Aceh, Provinsi Aceh, menetapkan delapan orang nelayan sebagai tersangka penangkapan ikan secara ilegal.

Kepala Pangkalan PSDKP Lampulo Akhmadon mengatakan kedelapan nelayan tersebut merupakan anak buah kapal KM Rezeki Nauli dengan bobot 30 gross ton (GT). Kapal diduga berasal dari Sibolga, Sumatera Utara.

"Kapal beserta delapan nelayan tersebut ditangkap saat menangkap ikan menggunakan bom di Perairan Alafan, Kabupaten Simeulue, Aceh, pada Jumat (9/6)," katanya dilansir ANTARA, Selasa, 13 Juni.

Adapun kedelapan nelayan yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut yakni nakhoda kapal berinisial RI (53), AP (52), RH (41), DF (43), BH (42), EK (43), EA (28), dan VD (43).

Sedangkan barang bukti yang diamankan, yakni kapal dengan bobot 30 GT, dupa sebagai sumbu peledak bom, korek api, botol kaca untuk bahan peledak, lima tong ikan, serta ikan hasil tangkapan berbagai jenis dengan berat mencapai empat ton.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 84 Ayat (1) jo Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.

"Saat ini, semua tersangka ditahan di Pangkalan PSDKP Lampulo, Banda Aceh. Penyidik PSDKP segera menuntaskan penyidikan dan melimpahkan ke penuntutan agar disidangkan di pengadilan," katanya.

Penangkapan ikan menggunakan bom dan alat tangkap ilegal lainnya dilarang karena merusak habitat dan keberlangsungan sumber daya perikanan.

Penindakan terhadap pelaku penangkapan ikan ilegal seperti menggunakan bahan peledak atau bom merupakan perintah undang-undang. Penindakan merupakan pengawalan terhadap program ekonomi biru dari sumber daya kelautan dan perikanan.

"Kami terus menertibkan alat tangkap ikan ilegal serta tidak ramah lingkungan di wilayah tugas kami yakni wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia atau WPPNRI 572 yang meliputi perairan Samudra Hindia," kata Akhmadon.