Eks Pimpinan Bank Raya Semarang Monica Okta Dertien Didakwa Terima Suap Rp700 Juta

SEMARANG - Mantan pimpinan Bank Raya Indonesia (dulu BRI Agroniaga, red.) Cabang Semarang, Jawa Tengah, Monica Okta Dertien, didakwa menerima suap sebesar Rp700 juta dalam proses pemberian kredit bermasalah untuk PT Citra Guna Perkasa pada 2016.

Jaksa Penuntut Umum Mursriyono menyebutkan, terdakwa menikmati uang yang diduga berasal dari pencairan kredit yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Citra Guna Perkasa, Agus Hartono.

Tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp4,4 miliar bermula dari pengajuan kredit modal kerja yang diajukan oleh PT Citra Guna Perkasa pada 2016.

Kredit sebesar Rp10 miliar diajukan oleh Direktur Utama PT Citra Guna Perkasa, Agus Hartono, bersama Komisaris Donny Iskandar Sugiyo Utomo.

Dalam proses pengajuan kredit, lanjut jaksa, Agus Hartono bersama Donny Iskandar Sugiyo Utomo yang juga diadili dalam perkara ini mengajukan kredit dengan syarat dan dokumen yang fiktif.

Syarat yang diduga fiktif tersebut , menurut dia, antara lain data pembeli dan pemasok, jumlah tenaga kerja, serta jaminan berupa tanah.

Dalam proses pengajuan kredit, kata dia, terdakwa Monica Okta Dertien meminta tidak perlu dilakukan pemeriksaan di tempat dan verifikasi terhadap tempat usaha debitur.

"Terdakwa menyampaikan tidak perlu dilakukan pemeriksaan di tempat dan verifikasi karena Agus Hartono merupakan anak pengusaha rokok Sampoerna di Semarang," katanya dalam sidang  di Pengadilan Tipikor Semarang, Antara, Selasa, 13 Juni.

Sidang dipimpin Hakim Ketua A.A. Putu Ngr. Rajendra. Kredit yang disetujui dan dicairkan tersebut, sambungnya, pada akhirnya tidak digunakan untuk modal kerja, namun untuk keperluan pribadi.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah diketahui Agus Hartono menikmati pencairan kredit untuk keperluan pribadi sebesar Rp3,7 miliar dan terdakwa Monica Okta Dertien sebesar Rp700 juta.

Kredit yang diajukan oleh PT Citra Guna Perkasa tersebut pada akhirnya tidak dilunasi sehingga mengakibatkan kredit macet.

Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Atas dakwaan jaksa, para terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi itu akan mengajukan eksepsi yang disampaikan pada sidang yang akan datang.