Kasus Proyek Ancol, Ombudsman Dorong DPRD DKI Jakarta Panggil Sofyan Djalil dan Hendra Lie
JAKARTA - Ombudsman RI meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta memanggil Komisaris Utama PT. Pembangunan Jaya Ancol (PJA), Sofyan Djalil, Hendra Lie dan Fredie Tan terkait konflik pengelolaan PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) dengan PT Mata Elang Internasional Stadium (MEIS) agar permasalahan tersebut segera diselesaikan.
Diketahui, mangkraknya proyek proyek pembangunan di Ancol hingga kasus penghentian penyidikan atau SP3 terhadap Fredie Tan terkait dugaan penjarahan sejumlah aset BUMD milik Pemprov DKI yang ditengarai merugikan keuangan negara puluhan miliar rupiah sempat trending hashtag #usutkorupsiancol. Diketahui, pada tahun 2014, Fredie pernah berstatus tersangka oleh pihak penyidik Kejagung.
Ia menyebut bahwa jika permasalahan dua perusahaan tersebut dan mangkraknya sejumlah proyek di Ancol tak kunjung usai, jika pihak PT PJA dinilai mengabaikan rekomendasi Ombudsman.
“Ya Komut PT PJA Sofyan Djalil, Dirut PT PJA, Hendra Lie dan Fredi Tan harus dipanggil. Karena itu kewenangan DPRD,” kata Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring Ombudsman RI, Dominikus Dalu kepada wartawan Senin 12 Juni.
Padahal, kata dia, pihaknya sudah memberikan laporan terkait dengan adanya dugaan maladministrasi dalam pengerjaan proyek tersebut.
“Ya, PJA (PT Pembangunan Jaya Ancol) tidak mengindahkan laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman, dengan alasan yang kurang tepat. Karena temuan dugaan maladministrasi Ombudsmannya sudah jelas,” kata Dominikus.
Ia pun mengungkapkan sejumlah pokok LAHP yang dibuat tim pemeriksa Ombudsman, dan telah menyimpulkan bahwa terdapat maladministrasi yang dilakukan Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol.
“Pertama, penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh PT PJA karena dianggap melakukan perjanjian kerjasama pada tanggal 28 Agustus 2009 antara PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA), PT Wahana Agung Indonesia (WAI) dan PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) yang tidak menggunakan legal standing akta notaris,” lanjutnya.
Baca juga:
Kedua yaitu, bahwa dalam melakukan pengawasan terhadap PT Wahaya Agung Indonesia, PT PJA telah dianggap tidak berkompeten.
“Sehingga terjadi Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 78, tanggal 21 Maret 2012 yang dibuat dihadapan Notaris Edison Jingga antara PT Wahana Agung Indonesia Propertindo dengan PT. Mata Elang Internasional Stadium," tambahnya.
Kemudian yang ketiga yaitu PT PJA juga tidak berkompeten dalam menindaklanjuti perjanjian yang terjadi dilingkungan pengelolaan musik stadium antara PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) dengan PT Mata Elang Internasional Stadium (MEIS).
“Dalam administrasi sesunguhnya, bahwa tidak dibenarkan adanya kerjasama lainnya tanpa diketahui para pihak, sehingga dianggap telah menyalahi ketentuan yang berlaku,” ujarnya.