Amerika Serikat dan Kuba Tepis Laporan Pembangunan Pangkalan Mata-mata Baru China

JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat dan Kuba meragukan laporan Wall Street Journal yang pada Hari Kamis melaporkan, China telah mencapai kesepakatan rahasia dengan Kuba untuk membangun fasilitas penyadapan elektronik di pulau itu, kira-kira 100 mil (160 km) dari Florida, AS.

Instalasi mata-mata semacam itu akan memungkinkan Beijing untuk mengumpulkan komunikasi elektronik dari AS tenggara, di mana banyak terdapat banyak pangkalan militer AS, serta memantau lalu lintas kapal, lapor surat kabar itu, mengutip pejabat AS yang akrab dengan intelijen rahasia.

Markas Komando Pusat AS berbasis di Tampa. Sedangkan Fort Liberty, sebelumnya Fort Bragg, pangkalan militer AS terbesar, berada di North Carolina.

Kedua negara dilaporkan pada prinsipnya telah mencapai kesepakatan, kata para pejabat, dengan China membayar Kuba "beberapa miliar dolar" untuk mengizinkan stasiun penyadapan, menurut Journal.

"Kami sudah melihat laporannya. Itu tidak akurat," kata John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, kepada Reuters, seperti dilansir 9 Juni, namun tidak merinci apa yang menurutnya salah.

Dia mengatakan, Amerika Serikat memiliki "kekhawatiran nyata" tentang hubungan China dengan Kuba dan memantaunya dengan cermat.

Sementara itu, Brigadir Jenderal Patrick Ryder, juru bicara Departemen Pertahanan AS, mengatakan: "Kami tidak mengetahui China dan Kuba mengembangkan stasiun mata-mata jenis baru."

Di Havana, Wakil Menteri Luar Negeri Kuba Carlos Fernandez de Cossio menolak laporan itu sebagai "benar-benar berbohong dan tidak berdasar," menyebutnya sebagai rekayasa AS yang dimaksudkan untuk membenarkan embargo ekonomi puluhan tahun Washington terhadap pulau itu.

Dia juga menegaskan kembali, Kuba menolak semua kehadiran militer asing di Amerika Latin dan Karibia.

Sedangkan seorang juru bicara Kedutaan Besar China di Washington mengatakan: "Kami tidak mengetahui kasus tersebut dan akibatnya kami tidak dapat memberikan komentar sekarang."

Informasi intelijen mengenai perjanjian tersebut dikumpulkan dalam beberapa minggu terakhir dan cukup meyakinkan, demikian dilaporkan Journal.

Perjanjian antara dua negara yang memiliki pemerintahan komunis tersebut, telah menimbulkan kekhawatiran dalam pemerintahan Presiden Joe Biden, kata surat kabar itu, menimbulkan ancaman baru di dekat pantai Amerika.

The Journal mengatakan, para pejabat AS menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang usulan lokasi stasiun penyadapan atau apakah konstruksi telah dimulai.

Kesepakatan yang dilaporkan datang ketika Washington dan Beijing mengambil langkah tentatif, untuk meredakan ketegangan yang meningkat setelah balon mata-mata yang dicurigai milik China, melintasi Amerika Serikat sebelum ditembak jatuh militer Paman Sam di lepas Pantai Timur pada bulan Februari.

Itu juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang nasib perjalanan ke China yang menurut pejabat AS direncanakan oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam beberapa minggu mendatang. Sebelumnya, Blinken membatalkan kunjungan ke Negeri Tirai Bambu karena insiden balon mata-mata.

"Kami memiliki keprihatinan nyata tentang hubungan China dengan Kuba, dan kami telah prihatin sejak hari pertama pemerintahan tentang aktivitas China di belahan bumi kita dan di seluruh dunia," sebut Kirby.

Diketahui, menjadi musuh lama Perang Dingin Amerika Serikat, Kuba telah lama menjadi 'sarang spionase dan permainan mata-mata'.

Krisis rudal Kuba pada tahun 1962 dimulai setelah Moskow mulai menempatkan senjata nuklir Soviet di pulau itu.

Soviet memasang pangkalan mata-mata di Pulau di Lourdes, tepat di selatan Havana, pada pertengahan 1960-an, dengan antena parabola yang ditujukan ke tetangga utara Kuba.

Belakangan, Presiden Rusia Vladimir Putin menutup fasilitas tersebut pada awal tahun 2000-an.