23 Januari dalam Sejarah: Swedia Larang Penggunaan Semprotan Aerosol yang Rusak Lapisan Ozon

JAKARTA - Pada 23 Januari 1978, Swedia mengumumkan akan melarang penggunaan semprotan aerosol yang mengandung chlorofluorocarbons (CFCs). Swedia menjadi negara pertama di dunia yang melakukannya.

Bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa CFC merusak lapisan ozon bumi. Selain negara pertama yang melarang penggunaan semprotan aerosol, Swedia adalah negara pertama yang bertindak berdasarkan bukti yang muncul sebelum penemuan lubang ozon di Antartika. 

Mengutip Earthsky.org, Sabtu 23 Januari, ozon adalah molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen. Lapisan ozon yang tinggi di atmosfer, sekitar 15 hingga 30 km ke atas, mengelilingi seluruh Bumi. Lapisan ini melindungi kehidupan di planet dari efek berbahaya dari sinar ultraviolet matahari. 

Hampir setiap negara di Bumi pada akhirnya mengikuti Swedia dalam larangan penggunaan semprotan aerosol melalui perjanjian internasional yang dikenal sebagai Montreal Protocol. Salam 30 tahun sejak lubang ozon ditemukan, pemahaman para ilmuwan tentang atmosfer kutub menjadi jauh lebih lengkap meski tanggapan dunia terhadap pemuliha lambat.

Pada 1970-an, para ilmuwan mulai memahami bagaimana penggunaan klorofluorokarbon sebagai refrigeran dan propelan aerosol dapat mengurangi lapisan ozon bumi. Amerika Serikat (AS) mulai melarang penggunanaan semprotan aerosol mengandung CFC pada 15 Oktober 1978.

Pada dekade berikutnya, sebuah perjanjian internasional yang disebut Montreal Protocol tentang Zat yang Merusak Lapisan Ozon, disepakati oleh hampir semua negara di Bumi. Montreal Protocol asli mulai berlaku pada 1 Januari 1989. Perjanjian itu dirancang untuk mengurangi penggunaan bahan kimia perusak ozon dan dengan demikian melindungi lapisan ozon Bumi 

Perjanjian itu melarang penggunaan kaleng aerosol berbahan bakar CFC. Selain itu, perjanjian ini juga memasukkan zat perusak ozon lainnya, seperti halon yang mengandung brom. Ternyata, transisi ke kaleng aerosol modern itu mudah. Sebagian besar konsumen tidak melihat adanya perbedaan antara semprotan favorit mereka karena produsen aerosol mulai menggunakan gas propelan lain. 

Sejak 1989, Montreal Protocol telah direvisi delapan kali, pada 1990 (London), 1991 (Nairobi), 1992 (Kopenhagen), 1993 (Bangkok), 1995 (Wina), 1997 (Montreal), 1999 (Beijing) dan 2007 ( Montreal).

Pada 2020, dilaporkan bahwa suhu dingin yang terus-menerus dan angin sirkumpolar yang kuat berkontribusi pada pembentukan lubang ozon Antartika yang besar dan dalam. Laporan itu muncul setahun setelah para ilmuwan mencatat penambahan lubang pada lapisan ozon terkecil sejak ditemukan pada 1982. 

Ukuran lubang ozon di atas Antartika berfluktuasi secara teratur. Dari Agustus hingga Oktober 2020, selama akhir musim dingin di Belahan Bumi Selatan ketika sinar matahari kembali memulai reaksi penipisan ozon, lubang ozon bertambah besar, mencapai maksimum antara pertengahan September dan pertengahan Oktober. Ketika suhu tinggi di stratosfer mulai naik di belahan bumi selatan, penipisan ozon melambat, pusaran kutub melemah dan akhirnya rusak. Pada akhir Desember 2020, tingkat ozon kembali normal.

Kepala ilmuwan untuk Ilmu Bumi di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, Paul A. Newman, mengatakan bahwa sejak puncak 2000, kadar klorin dan brom di stratosfer Antartika telah turun sekitar 16 persen menuju tingkat alami.

"Jalan kami masih panjang, peningkatan itu membuat perbedaan besar tahun ini. Lubang itu akan menjadi sekitar satu juta mil persegi lebih besar jika masih ada klorin di stratosfer sebanyak pada 2000," katanya.