YouTube Ubah Kebijakan Misinformasi Pemilu, Bakal Tampilkan Konten Kontroversial
JAKARTA - YouTube baru saja mengubah kebijakan misinformasi, di mana mereka tidak akan menghapus video kontroversial atau berdasarkan asumsi yang tidak terbukti. Langkah perusahaan dilakukan menjelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) tahun depan.
"Dengan mengingat hal itu, dan dengan kampanye 2024 berjalan dengan baik, kami akan berhenti menghapus konten yang mempromosikan klaim palsu bahwa penipuan, kesalahan, atau gangguan yang meluas terjadi pada 2020 dan pemilihan Presiden AS sebelumnya. Ini mulai berlaku hari ini, Jumat, 2 Juni," ungkap YouTube dalam keterangan yang dikutip Sabtu, 3 Juni.
Platform streaming milik Alphabet itu menyatakan, dengan membiarkan video-video ini tetap ada sangat penting bagi masyarakat demokratis karena memungkinkan mereka berdiskusi dan debat terbuka.
YouTube pertama kali membuat kebijakan misinformasi pemilu pada Desember 2020. Dan setelah dua tahun dibuat, perusahaan mengaku telah melakukan penghapusan pada puluhan ribu video.
"Kami menyadari sudah waktunya untuk mengevaluasi kembali dampak kebijakan itu dalam kondisi yang berubah saat ini. Dalam lingkungan saat ini, kami menemukan bahwa meskipun menghapus konten tersebut memang mengurangi beberapa informasi yang salah, tindakan itu juga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan berupa membatasi pidato politik tanpa mengurangi risiko kekerasan atau bahaya dunia nyata lainnya secara berarti," ujar YouTube.
Meski kebijakan misinformasi berubah, YouTube mengatakan mereka akan tetap menyajikan konten menyoal pemilu berdasarkan sumber yang valid.
"Kami memastikan bahwa ketika orang membuka YouTube untuk mencari berita dan informasi tentang pemilu, mereka akan melihat konten dari sumber resmi secara mencolok di penelusuran dan rekomendasi," kata YouTube.
Seperti setelah pemilu AS 2020, di mana YouTube menemukan video dari sumber resmi seperti outlet berita mewakili video pemilu yang paling banyak dilihat dan paling direkomendasikan di YouTube.
Baca juga:
"Semua kebijakan misinformasi pemilu kami tetap berlaku, termasuk yang melarang konten yang bertujuan menyesatkan pemilih tentang waktu, tempat, sarana, persyaratan kelayakan untuk memberikan suara, klaim palsu yang secara material dapat mencegah pemungutan suara, termasuk yang mempersengketakan validitas pemungutan suara melalui surat dan konten yang mendorong orang lain untuk mengganggu proses demokrasi," jelas YouTube.
Namun, meskipun YouTube mendorong untuk membatasi penyebaran informasi yang salah pada saat pemilihan presiden AS 2020, metodenya tidak selalu terbukti efektif.
Sebuah studi pada 2020, menemukan algoritme rekomendasi YouTube sering menampilkan video yang mempertanyakan hasil pemilihan kepada pengguna yang skeptis.
Tak lama, platform tersebut akhirnya menghadapi kritik karena meninggalkan video dengan klaim pemilihan yang salah. YouTube juga mencabut pembatasan yang diterapkan pada akun Donald Trump awal tahun ini.