Di Depan Istana Negara, Puluhan Mahasiswa Minta Jokowi dan Panglima TNI Atasi Penghentian Operasional Tambang dan Jetty di Sultra

JAKARTA – Aksi demo bukan hanya terjadi di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, puluhan massa dari Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Hima Sultra) Jakarta juga menggelar aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat. Mereka meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memberi perhatian atas penghentian operasional tambang dan Jetty di Marombo, Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra). Apalagi, penghentian itu diduga dilakukan oleh oknum prajurit TNI.

"Meminta Presiden Joko Widodo serta Panglima Tinggi TNI untuk menindaklanjuti oknum-oknum TNI yang telah menghentikan aktivitas Jetty di beberapa perusahaan tambang di Konawe Utara karena tidak sesuai dengan prosedur," ujar Ketua Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Hima Sultra) Jakarta, Egi Septiawan, dalam keterangan tertulis, Rabu, 31 Mei.

Menurut Egi, penghentian aktivitas beberapa perusahaan tambang nikel dan Jetty di Marombo, tanpa ada dasar pemberhentian.

Dari sembilan Jetty yang diberhentikan oleh oknum, kata dia, di antaranya Jetty UBP, BOSOWA, Bososi dan Apolo, yang padahal telah mengantongi izin penggunaan terminal khusus dari Kementerian Perhubungan RI.

Perusahaan yang dihentikan, kata dia, merupakan salah satu Jetty yang juga sudah memiliki izin operasional (OP).

"Dengan adanya pemberhentian aktivitas di Jetty, maka sama halnya dengan menghalang-halangi aktivitas penambangan. Dan ini jelas melanggar UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja," papar Egi.

Egi menegaskan, penghentian itu juga melanggar Pasal 162 UU No. 3 Tahun 2020, yang menyebut bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86F huruf b dan Pasal 136 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.

Penutupan sembilan Jetty, kata Egi juga tak sesuai dengan peranan TNI yang telah diatur perundang-undangan yang ada.

"Kebijakan ini merugikan dan menghambat ekonomi nasional melalui izin operasional yang diberikan negara melalui perusahaan-perusahan yang beroperasi," jelasnya.

Pihaknya pun mendesak Mabes TNI Untuk mengevaluasi oknum prajurit TNI yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, serta meninjau kembali penutupan Jetty beberapa perusahaan legal di Morombo.

Di samping itu, Hima Sultra Jakarta juga mendesak Ombusman RI untuk memeriksa oknum prajurit TNI tersebut, atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam hal pemberhentian Jetty.

"Usut tuntas oknum-oknum yang telah mencoreng marwah TNI. Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap penambang lokal di Provinsi Sulawesi Tenggara," jelas Egi.