DPR Dorong Perbanyak Program Peralihan ke Kendaraan Listrik Demi Udara yang Lebih Baik
JAKARTA - DPR mendorong untuk memperbanyak program peralihan dari kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) beremisi tinggi ke kendaraan listrik. Penggunaan kendaraan ramah lingkungan di masa mendatang menjadi salah satu solusi penanganan polusi berlebih yang menyebabkan kualitas udara memburuk.
"Kualitas udara sangat esensial bagi kesehatan kita, makanya tidak bisa dianggap sepele begitu saja. Harus ada komitmen negara memperbaiki kualitas udara demi masa depan generasi penerus kita,” kata Anggota Komisi VII DPR, Abdul Kadir Karding, Rabu 31 Mei.
Berdasarkan laporan IQAir, sudah beberapa hari ini kualitas udara di Jakarta tidak sehat dan dianggap sebagai penyebab maraknya anak terkena penyakit. Dilaporkan, tingkat polusi udara di Jakarta per tanggal 30 Mei 2023 berada di poin 161, yang mana angka tersebut menunjukkan kualitas udara tidak sehat.
Selain itu, IQAir menyatakan konsentrasi polutan PM 2,5 di Jakarta mencapai 74,4 µg/m³. Jumlah tersebut 14,9 kali lipat di atas ambang panduan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Dari laporan yang sama, rata-rata tingkat PM2.5 Indonesia pada tahun 2022 mencapai 30,4 g/m3 yang berarti enam kali lebih besar dari batas yang sudah ditentukan WHO. Karding mengingatkan, peningkatan polusi udara memiliki efek terhadap kesehatan manusia.
“Memang dampak dari polusi udara ini tak serta-merta dirasakan dalam sehari atau dua hari langsung, namun bisa memicu penyakit pada masyarakat. Maka harus ada perbaikan yang dilakukan demi tercipta kualitas udara yang baik,” tuturnya.
Baca juga:
Salah satu cara menekan kualitas udara yang buruk adalah dengan mengurangi emisi dari kendaraan bermotor. Untuk itu, DPR RI mendukung upaya Pemerintah mensosialisasikan penggunaan kendaraan ramah lingkungan, yakni kendaraan berbasis listrik, kepada masyarakat lewat berbagai program.
“Gerakan penggunaan bahan bakar non-fosil harus menjadi fokus utama agar mengurangi tingkat emisi karbon di udara. Jadi budaya penggunaan kendaraan non-fosil atau listrik atau gas harus digalakkan,” ujar Karding.
Dampak penggunaan kendaraan listrik terhadap kualitas udara diketahui cukup signifikan. Sebab emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermesin pembakaran internal, seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel berbahaya, dapat menyebabkan polusi udara yang parah.
Karding mendorong Pemerintah memperbanyak program peralihan ke kendaraan listrik. Namun upaya mendorong transisi energi ke Energi Baru dan energi Terbarukan, menurutnya, tak bisa hanya sekadar dengan pemberian subsidi motor dan mobil listrik karena akan kurang maksimal.
Karding menilai, harus ada upaya tambahan dari subsidi kendaraan listrik agar hasil pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dapat berkelanjutan dan manfaatnya bisa dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
“Jika kendaraan listrik menjadi populer dan diadopsi secara luas, dampak positif terhadap kualitas udara akan semakin terasa,” ungkapnya.
Untuk diketahui, saat ini Pemerintah memiliki program subsidi bagi pembeli motor listrik dan motor listrik konversi dengan potongan Rp 7 juta secara langsung. Sementara subsidi untuk mobil listrik berupa potongan pajak dari yang sebelumnya 11 persen menjadi hanya 1 persen.
Karding mendorong Pemerintah memperbanyak program atau kebijakan terkait peralihan ke kendaraan listrik. Ia juga meminta Pemerintah menyiapkan infrastruktur yang lengkap untuk penggunaan kendaraan listrik.
“Pemerintah perlu mengembangkan strategi yang berkelanjutan dan mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang dalam memberikan insentif bagi kendaraan listrik,” jelas Karding.
“Termasuk pengembangan kelengkapan sarana dan prasarana penunjangnya sehingga ketika masyarakat beralih ke kendaraan listrik, maka terjamin juga fasilitas penunjang penggunaan kendaraannya,” imbuhnya.
Terkait penggunaan kendaraan listrik ini, DPR sudah memberikan contoh langsung saat perhelatan 8th G20 Parliamentary Speakers' Summit (P20) pada 5-7 Oktober 2022 lalu. P20 merupakan forum parlemen negara-negara G20 yang diselenggarakan dalam satu rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Dalam sidang P20, DPR menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan bagi para delegasi dari negara-negara G20 dan tamu undangan lainnya.
Karding mengatakan, penggunaan kendaraan listrik merupakan implementasi dari salah satu energi terbarukan yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, sebagaimana target dari Sustainable Development Goals atau SDGs atau tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“DPR RI siap menjadi garda terdepan pengurangan emisi. Kami juga siap mendukung program-program pengurangan dampak perubahan iklim dan pemanasan global melalui energi terbarukan,” ujar Karding.
DPR pun dipastikan terus berkomitmen membantu realisasi target Indonesia mengurangi emisi karbon untuk menjaga kenaikan suhu global dengan menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32% atau setara dengan 912 juta ton CO2 pada tahun 2030.
Salah satunya melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) yang dapat menjadi solusi jangka panjang dalam permasalahan perubahan iklim. Karding berharap, beleid tersebut akan mempercepat pemanfaatan bauran energi baru terbarukan di tanah air.
“RUU EBT merupakan komitmen untuk menjalankan transisi energi karena berisi tentang penyiapan energi terbarukan di Indonesia. Kami berharap RUU EBT bisa segera disahkan karena akan menjadi dasar yang kuat bagi Indonesia dalam memanfaatkan potensi EBT yang dimiliki,” paparnya.
Oleh karenanya, Karding meminta komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan pembahasan RUU EBT. Ia memastikan, Komisi VII DPR RI yang salah satu tugasnya membidangi urusan energi itu siap bekerja sama dengan Pemerintah, apalagi RUU EBT sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan merupakan inisiatif DPR.
“Beleid ini penting agar menjadi payung hukum atau regulasi mengenai pengurangan penggunaan bahan bakar yang menimbulkan emisi karbon,” ucap Karding.
Terkait pengurangan emisi, DPR RI sendiri juga sudah mulai berbenah. Seperti dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk memenuhi kebutuhan tambahan listrik di gedung wakil rakyat.
Penggunaan panel surya di kompleks parlemen menjadi komitmen dewan dalam upaya menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim. Panel surya pada PLTS terpasang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, tepatnya di Taman Energi DPR yang berada di depan Gedung Nusantara atau Gedung Kura-kura, dengan mengusung konsep green building.
PLTS yang dibangun di Taman Energi itu dapat memenuhi 25% kebutuhan listrik di gedung DPR. Karding mengatakan, DPR juga memiliki kebijakan-kebijakan yang environmentally friendly atau ramah lingkungan.
“Di antaranya pengurangan penggunaan plastik dan upaya paperless di setiap lingkup pekerjaan dewan,” terang Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI tersebut.
Lewat program-program ramah lingkungan, DPR berharap dapat menjadi contoh untuk masyarakat dalam penggunaan EBT.
“Harus ada aksi nyata dalam realisasi energi terbarukan yang rendah karbon. Tentunya ini menjadi tanggung jawab bersama, termasuk kami di DPR, sehingga generasi penerus kita nanti memiliki tempat tinggal yang sehat,” tutup Karding.