Polda Metro Bongkar Peredaran Ribuan Obat Ilegal Senilai Rp130 Miliar
JAKARTA - Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran ribuan obat ilegal senilai Rp130 miliar. Bahkan, beberapa di antaranya merupakan golongan G atau obat keras.
"Mengungkap adanya memperdagangkan produk obat tanpa izin edar dan suplemen palsu,” ujar Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis kepada wartawan, Rabu, 31 Mei.
Berdasarkan penghitungan, tercatat 77.061 obat ilegal yang terdiri dari Interlac palsu hingga obat keras. Dikatakan ilegal karena tak memiliki izin edar.
Dalam pengungkapan kasus ini, lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berinisial IB (31), I (32), FS (28), FZ (19), dan S (62) yang berperan memperdagangkan.
"Mereka melakukan kegiatan ini hasil dari pemeriksaan kami, dari bulan Maret 2021 sampai dengan kemarin bulan Mei 2023, yang diduga nilai barang tersebut dari tahun 2021 sampai dengan 2023 itu lebih kurang Rp130,04 miliar," sebutnya.
Para tersangka menjual obat ilegal itu secara online. Tujuannya, agar tak terdeteksi aparat penegak hukum dan pihak pengawas lainnya
Mereka menggunakan salah satu e-commerce dengan nama toko Geraikita99, dan toko Dominoshop96.
Baca juga:
- Polri Tangkap Lagi Satu Anggota KKB yang Terlibat Penembakan Brimob
- 17 Gubernur Berakhir Masa Jabatannya Mulai September 2023: Ganjar, Gubsu Edy, Ridwan Kamil hingga Lukas Enembe
- Mobil, Moge Triumph 1.200 Cc hingga Rumah dan Kosan Rafael Alun Disita KPK
- KNTI Anggap Aturan Ekspor Pasir Laut Upaya Komersialisasi Laut
Saat ini, para tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 terkait pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja atas perubahan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan pidana maksimal Rp 500 miliar.
Lalu sangkaan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf a dan atau ayat 2 dan 3 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Serta penerapan Pasal 102 undang-undang nomor 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.