Jaksa Tolak Eksepsi Terdakwa Korupsi PDAM Makassar Haris Yasin Limpo

MAKASSAR - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan terdakwa Haris Yasin Limpo (HYL) dan Irawan Abadi (IA) terkait kasus dugaan korupsi penggunaan dana Perusahaan Air Minum (PDAM) Kota Makassar.

"Penuntut umum berpendapat bahwa keberatan yang telah disampaikan terdakwa Haris Yasin Limpo, Irawan Abadi melalui Penasihat hukumnya tidak beralasan dan tidak mendasar," ujar Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel Muhammad Yusuf, bersama Kamaria, dan Ariani Femi saat membacakan jawaban terhadap eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar dilansir ANTARA, Kamis, 25 Mei.

Penuntut umum meminta Majelis Hakim memutuskan dengan menetapkan, menolak semua keberatan atau eksepsi dua terdakwa. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum adalah sah dan memenuhi syarat seperti diatur dalam Pasal 143 Ayat 2 huruf a, b KUHAP. Hakim diminta melanjutkan memeriksa perkara dua terdakwa.

Mendengar jawaban penuntut umum, Ketua Majelis Hakim Tipikor Hendri Tobing memutuskan sidang lanjutan dengan agenda putusan sela.

Sebelumnya, Terdakwa HYL juga adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ini menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas perkaranya dengan menyatakan dakwaan kasus korupsi PDAM Makassar senilai Rp20,3 miliar adalah kabur atau bersifat asumsi dari penuntut umum.

Selain itu, untuk asuransi dwiguna jabatan senilai Rp1,1 miliar lebih seharusnya tidak dimasukkan dalam kerugian negara Rp20,3 miliar seperti dakwaan penuntut umum.

Semestinya Rp19,1 miliar lebih. Sebab, ia tidak pernah mengusulkan asuransi tersebut selama menjabat Direktur Umum PDAM Makassar periode 2015-2019. Bahkan ia mengaku hanya mengusulkan tantiem dan bonus jasa produksi pada 2017.

Penuntut umum dalam surat dakwaan menyatakan para terdakwa HYL mantan Direktur Utama PDAM periode 2016-2019 dan IA mantan Direktur Keuangan PDAM telah melakukan tindak pidana korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi sejak tahun 2017-2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota sejak 2016-2019.

Pasal yang didakwakan baik primer maupun subsider yakni pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terdakwa didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp20,3 miliar lebih sebagaimana dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara.