Nasib Lingkungan dalam Omnibus Law RUU Cilaka

JAKARTA - Pemerintah telah menyerahkan draf dan surat presiden (Surpres) Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Namun, di dalam draf yang telah diserahkan kepada DPR, pemerintah menghapus pasal yang terkait dengan izin lingkungan sebagai syarat memperoleh izin usaha.

Di dalam draf RUU Cipta Kerja, Pasal 40 itu dihapus. "Ketentuan Pasal 40 dihapus," demikian tertulis dalam Pasal 23 angka 19 RUU Cipta Kerja. Kami elah mengonfirmasi draf yang diterima dengan draf yang masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Wakil Ketua Baleg Willy Aditya membenarkan bahwa draf tersebut sama. "Iya betul (draf) ini yang masuk," kata Willy, kepada VOI di Jakarta, Jumat, 14 Februari.

Seperti diketahui, izin lingkungan saat ini masih diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Di dalam aturan ini jelas tertulis, izin lingkungan merupakan syarat untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan. Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 40

(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.

(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.

Tak hanya izin lingkungan. Omnibus Law Cipta Kerja juga mengubah sejumlah definisi. Salah satunya tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau AMDAL. Dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi amdal tercantum dalam Pasal 1 angka 11.

Selain itu, RUU ini juga mengubah definisi yang tercantum dalam angka 12 terkait pemantauan dan angka 35 terkait izin lingkungan hidup. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tertulis:

11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Berikut perubahannya dalam RUU Cipta Kerja:

11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan untuk digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah standar dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

35. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ilustrasi foto (Ibrahim Bernal/Pixabay)

Penyeimbang

Willy mengatakan, DPR telah menerima draft lengkap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Dengan demikian, DPR akan segera mengagendakan rapat untuk mengambil keputusan alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU tersebut.

Untuk meyakinkan semua suara dari pihak-pihak berbeda, dia berharap pembahasan Omnibus Law akan berada di Badan Legislasi agar dia bisa memastikanya.

"Proses setelah ini, Bamus DPR sebagai 'DPR Kecil' akan mengadakan rapat untuk menentukan alat kelengkapan yang akan membahas Omnibus Cipta Kerja. Fraksi-fraksi nanti akan membuat daftar inventaris masalah," kata Willy.

"Nah, kalau diputuskan dibahas di Badan Legislasi, saya akan undang semua pihak untuk memberi catatan dan masukannya. Termasuk serikat pekerja, organisasi lingkungan, organisasi HAM, semuanya," tambah Willy.

Willy mengajak semua pihak yang berkepentingan terhadap RUU Cipta Kerja untuk mempersiapkan catatan kritis dan masukannya. Dengan adanya catatan kritis dan masukan dari berbagai kalangan inilah nantinya bisa dihasilkan produk UU yang paripurna.

"Semuanya boleh menyiapkan catatan kritik dan masukannya, NasDem akan sangat terbuka menerimanya untuk disuarakan di dalam pembahasan nanti," kata Willy.

"Silakan semuanya berhubungan dengan anggota Fraksi Partai NasDem di pusat maupun di daerah untuk mengawal ini. Kami sangat siap untuk mengawal suara Anda semua. Termasuk suara teman-teman wartawan," sambungnya.

KLHK jamin aspek lingkungan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menepis isu penghapusan regulasi lingkungan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Pada dasarnya, RUU ini tetap mengedepankan kekuatan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Bahkan, standar lingkungan itu mempunyai daya pelaksanaan yang harus dijalankan.

"Standar lingkungan itu mempunyai daya enforce, daya untuk kita mempersoalkan. Dan itu nanti ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Jadi, enggak benar kalau dibilang Amdalnya dihapus dan lain-lain. Itu tidak benar. Amdal tetap," kata Siti, ditemui di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Februari.

Di dalam RUU ini, kata Siti, KLHK kebagian untuk mengatur dua hal. Pertama adalah aspek lingkungan. Kedua, soal pengadaan lahan. Keduanya tetap akan memperhatikan aspek lingkungan.

"Hanya, bedanya persyaratan lingkungan itu tidak dibebankan kepada swasta, tetapi dijadikan standar (dari pemerintah). Tidak dibebankan kepada swasta di awal. Tetapi dia menjadi standar. Ketika menjadi standar dan tidak dipenuhi, dia (swasta) kena juga," jelasnya.

Seperti diketahui, draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dan 174 pasal yang rencananya akan dibahas di DPR. Nantinya, pembahasan akan melibatkan tujuh komisi. Terkait pengadaan lahan, bila di ketentuan sekarang diatur mengenai luasan minimum dalam bentuk angka, maka di omnibus law ditetapkan berdasarkan kriteria-kriteria biogeofisik alam.

Sehingga, kata Siti, diharapkan seluruh provinsi bisa berkembang secara bersama-sama. "Jadi kalau dulu disebut angkanya harus berapa persen. Nah, ini sekarang dalam bentuk proporsional persentase menurut bentuk biogeofisik alamnya. Tapi, prinsip menjadi lebih sederhana, memudahkan untuk pembangunan tetapi tetap menjaga lingkungannya. Nanti detailnya disosialisasikan," ucapnya.