Modus Tersangka TPPO Puluhan WNI ke Myanmar, Gaji Besar Hingga Kontrak Bahasa China

JAKARTA - Bareskrim Polri membeberkan modus para tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam mengelabui 25 Warga Negara Indonesia (WNI) hingga akhirnya dikirim secara ilegal ke Myanmar. Mereka disebut mengiming-imingi dengan gaji tinggi dan menyodorkan kontrak kerja dengan bahasa China.

"Para korban dijanjikan sebagai marketing operator online dengan gaji antara 12 juta sampai 15 juta dan ada komisi apabila mencapai target," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada wartawan, Selasa, 16 Mei.

Kemudian, para tersangka juga menawarkan puluhan korban dengan jam kerja selama 12 jam per harinya. Meski berat, mereka dijanjikan kemudahan bila hendak pulang ke Indonesia dengan kurun waktu 6 bulan sekali.

Tetapi, para korban tak mengetahui pekerjaan yang ditawarkan itu. Sebab, kontrak kerja yang disodorkan para tersangka menggunakan bahasa China sehingga tak dimengerti.

“Para korban dieksploitasi diberikan kontrak kerja namun dalam bahasa China dan tidak dimengerti oleh korban. Korban dipekerjakan di perusahaan online scam milik warga negara China,” ungkapnya.

Bahkan, setelah diberangkatkan, para korban langsung mendapat penyiksaan. Mereka ditempatkan di ruang tertutup dengan penjagaan orang-orang bersenjata. Kemudian, dipaksa untuk terus bekerja selama belasan jam melebihi saat ditawarkan tersangka.

“kemudian ditempatkan di salah satu tempat tertutup dan dijaga oleh orang-orang bersenjata. Para korban ini bekerja selama dari pukul 20.00 sampai dengan 14.00 selama 16 sampai dengan 18 jam,” kata Djuhandani.

Sebagai informasi, Bareskrim Polri menangkap dua tersangka kasus tersangka kasus TPPO yang mengirim puluhan WNI ke Myanmar. Mereka yakni, Anita Setia Dewi dan Andri Satria Nugraha.

Keduanya diringkus di salah satu unit apartemen di Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 9 Mei, malam.

Seiring proses pengembangan, penyidik menemukan adanya satu pelaku lainnya yang berinisial ER. Saat ini, ia masih diburu keberadaanya.

Pada kasus ini, untuk kedua tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO dan/atau Pasal 81 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).