Ini Strategi Joe Biden untuk Menangani Masalah Korea Utara
JAKARTA - Joe Biden akan dilantik sebagai Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS) pada Rabu 20 Januari waktu setempat. Satu hal yang menjadi perhatian adalah langkah yang akan diambil Biden setelah dilantik, terkait dengan Korea Utara.
Di masa pemerintahan Donald Trump, tarik-ulur hubungan Washington dengan Pyongyang terjadi berulang kali. Trump dan dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sempat bertemu untuk membahas masalah pengembangan nuklir dan hubungan kedua negara. Namun, Trump juga memperpanjang sanksi terhadap Korea Utara.
Sementara Biden diperkirakan akan membawa perubahan signifikan di hampir setiap aspek, termasuk bagaimana AS berurusan dengan sekutunya, dengan melepaskan kebijakan 'America First' Trump.
Namun, Biden juga menggarisbawahi pentingnya bekerja dengan sekutu AS untuk memulihkan kepemimpinan global negaranya, untuk melawan ancaman dari negara-negara seperti China dan Korea Utara.
Korea Utara telah menahan diri dari setiap provokasi besar, juga mempertahankan moratorium yang diberlakukan sendiri pada pengujian rudal nuklir dan jarak jauh sejak November 2017. Kim Jong-un, menyerukan upaya berkelanjutan untuk lebih mengembangkan kemampuan nuklir negara, bersama dengan sistem pengirimannya.
Biden belum mengirimkan pesan langsung apa pun kepada Korea Utara. Tetapi, calon Menteri Luar Negeri pilihannya, Antony Blinken mengatakan, pemerintahan baru akan meninjau seluruh pendekatan Korea Utara di negara itu.
"Saya pikir kami harus meninjau dan kami bermaksud untuk meninjau seluruh pendekatan dan kebijakan terhadap Korea Utara. Karena ini adalah masalah berat yang mengganggu pemerintahan, dan ini adalah masalah yang belum membaik," kata Blinken, melansir Koreatimes.
Baca juga:
Dia mengatakan pemerintahan Biden juga akan bekerja dengan sekutu AS, termasuk Korea Selatan, untuk menangani risiko yang ditimbulkan oleh negara-negara seperti Korea Utara.
"Kami dapat merevitalisasi aliansi inti kami, memperkuat pengaruh kami di seluruh dunia. Bersama-sama, kami berada pada posisi yang jauh lebih baik untuk melawan ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia, Iran dan Korea Utara dan untuk membela demokrasi dan hak asasi manusia," tandasnya.