Momen Mobil Presiden Jokowi Berguncang Saat Melintas Jalan Berlubang di Lampung

JAKARTA - Mobil sedan yang dinaiki Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat melintasi Jalan Terusan Ryacudu di Kabupaten Lampung Selatan yang berlubang dan berkubang digenangi air.

Berdasarkan rekaman video yang diambil oleh fotografer Kepresidenan, Jumat 5 Mei, terlihat mobil sedan hitam berpelat merah "Indonesia 1" itu tampak melintas pada terjalnya jalan di Jalan Terusan Ryacudu itu.

Jalanan dalam video itu tampak berlubang dan tidak beraspal, sehingga mobil sedan yang ditumpangi Jokowi itu berguncang saat melintasi jalan.

Kondisi jalan yang dilewati sebagian besar rusak parah karena banyaknya kubangan besar di bagian kiri dan kanan jalan.

Saat melintas, jendela mobil juga tidak tertutup sehingga terlihat Jokowi meninjau jalan rusak tersebut, sembari membagikan cenderamata kepada penduduk setempat.

Sehari sebelum kedatangan Jokowi, sejumlah titik yang rusak di Jalan Terusan Ryacudu, Lampung, telah ditimbun dengan bebatuan koral.

Berdasarkan pantauan Antara, timbunan lubang oleh batu koral tersebut terlihat berada di depan Kantor Polda Lampung dan juga ​​​​​​​Itera.

Bahkan, saat ini sudah terpasang spanduk imbauan berwarna kuning bertuliskan "Hati-hati Jalan Berlubang" di sebelah kiri jalan. Kemudian, menuju pintu Tol Kota Baru Itera, terlihat terdapat pengerjaan perbaikan jalan rusak dengan rigid beton.

Sementara itu, memasuki Kota Baru, di Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, jalan yang terlihat bagus dengan rigid beton kurang lebih 500 meter dihitung dari perempatan lampu merah menuju pintu Tol Itera. Setelah itu, sisanya hingga menuju ke lokasi bangunan perkantoran yang terbengkalai di Kota Baru, terlihat rusak parah.

Kunjungan kerja Jokowi ke Lampung untuk memastikan kebenaran banyaknya jalanan rusak yang videonya tersebar di dunia maya. Jokowi menyatakan Pemerintah saat ini sedang memulai upaya mengumpulkan data-data mengenai jalan-jalan rusak parah di kabupaten, kota, dan provinsi.

Jokowi meyakini hal itu terjadi karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, tidak dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.