Klaim PGEO Dongkrak Laba Melalui Penerbitan Green Bonds Dinilai Tidak Logis
JAKARTA - Klaim PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mendongkrak laba melalui penerbitan surat utang berwawasan hijau alias green bonds untuk refinancing dinilai tidak logis dalam tata kelola keuangan berbasis Good Corporate Governance (GCG).
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, sejatinya refinancing hanya sebuah aktivitas menunda kewajiban membayar utang pada saat jatuh tempo dengan melakukan utang kembali karena debitur tidak mampu membayar kewajibannya dengan aset yang dimiliki.
"Jika alokasi untuk capex lebih kecil atau tidak ada sama sekali dalam penerbitan surat utang itu, artinya klaim meleverage laba itu tidak tepat. Perseroan hanya mau men-delay kewajibannya saja karena mungkin tidak mampu membayar utang dari kas internal," ujarnya kepada wartawan, dikutip Jumat 5 Mei.
Menurut Tauhid, salah satu faktor kuat pendorong pengambilan opsi refinancing karena PGEO tidak mampu mengoptimalkan modal pinjaman sebelumnya dalam menjalankan aktivitas operasional.
"Harusnya modal pinjaman sebelumnya bisa menghasilkan, sehingga utang-utangnya dapat terbayar," tuturnya.
Tauhid menilai, meningkatnya rasio utang terhadap ekuitas (DER) perseroan dalam penerbitan obligasi ini berisiko menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Apalagi jika cucu usaha Pertamina ini tidak mampu menjaga proyeksi pendapatannya.
"Ada risiko yang harus ditanggung kalau ternyata perkiraan dari revenue mereka meleset sedikit saja. Kalau project revenue, EBITDA dan lain-lain tidak kuat, lalu DER makin tinggi, maka kondisi keuangan mereka akan semakin buruk nantinya," jelasnya.
Terakhir, Tauhid berharap agar PGEO dapat memastikan performa keuangan hingga operasionalnya secara optimal agar dapat meyakinan para shareholder.
"Kalau kondisi perusahaannya berat ‘kan siapa yang mau beli saham atau surat utangnya, jangan-jangan enggak laku," tutup dia.
Baca juga:
Seperti diketahui, PGEO berencana menerbitkan green bond di luar wilayah Indonesia sebesar 400 juta dolar AS atau sekitar Rp6 triliun dengan kupon 5,15% per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028.
PGEO akan menggunakan dana dari utang tersebut untuk melunasi seluruh sisa utang dengan Mandated Lead Arrangers, Kreditur Sindikasi Awal dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai Facility Agent yang akan jatuh tempo pada 23 Juni 2023.
“Pada tanggal Keterbukaan Informasi ini diterbitkan, sisa jumlah kewajiban yang masih terutang berdasarkan Facilities Agreement adalah sebesar 400 juta dolar AS," ujar manajemen melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dirilis Sabtu, 22 April 2023.
Melalui prospektusnya, perseroan turut menyatakan bahwa nilai surat utang global yang akan diterbitkan diperkirakan mewakili 20 hingga 50 persen dari ekuitas perseroan setelah IPO oleh karenanya wajib tunduk pada POJK No. 17/2020.